Kriteria Penerima Zakat dari Golongan Fi Sabilillah

Mohon diberikan penjelasan mengenai kriteria penerima zakat dari golongan fi sabilillah itu meliputi yang bagaimana?

Seumpama terdapat gambaran sebagai berikut:

A adalah orang yang sedang mencari mencari ilmu, baik ilmu dunia maupun agama (sekolah + madrasah). Si A ini belum mempunyai penghasilan dan biaya kehidupannya masih dijamin oleh orang tuanya. Adapun untuk "sangu" atau bekal (biaya tholabul ilmi) mencari ilmu tersebut terkadang orang tuanya kurang mampu mencukupi. Apakah Si A ini dapat menerima zakat? Tergolong fi sabilillah kah? Dan bagaimana bila kondisi si A hanya sebagai "murid" tapi terpenuhi segala kebutuhannya? Masih dapat menerima zakatkah?

(Faris Zain, 30 Agustus 2010)

Jawaban Dr. H.M. Dawud Arif Khan

Alhamdulillah. Kalau menurut Imam Syafi'i, fi sabilillah itu adalah para pejuang/tentara Islam yang berjihad fi sabilillah dengan syarat tidak menerima gaji dalam perjuangannya. Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah SAW: .... wa ghaazin fi sabilillah ...., artinya: .... dan yang berperang fi sabilillah....

Namun, kalangan Syafi'iyah juga memperluas fi sabilillah pada orang-orang yang mengabdikan diri di jalan Allah, seperti mu'allim (guru), pengurus masjid, pengurus pesantren, madrasah, dll., karena perjuangan perang itu tidak selalu terjadi. Namun, bila mereka telah digaji dan cukup, maka tidak lagi berhak menerima zakat. Kalau digaji dan tidak cukup, maka masuk golongan fakir/miskin.

Adapun pelajar seringkali dikelompokkan sebagai ibnu sabil, baik ia cukup maupun tidak.

Wa Allah A'lam

Pertanyaan Ochid Bagus

Tertarik dengan kata2nya pak dawud "Kalau digaji dan tidak cukup, maka masuk golongan fakir/ miskin."

Nah yang saya tanyakan, mengapa pengurus mesjid, madrasah, majelis taklim jika orang tak berpunya tidak sekalian digolongkan fakir/miskin saja pak? Kenapa kok harus digolongkan dahulu juga ke fi sabilillah?

Tanggapan Es Syaecho (Udin)

Kalau fakir miskin ga harus berjuang di jalan Allah, tapi kalau yang berjuang di jalan Allah (di jaman sekarang), ada klausul tidak di gaji, karena kalau digaji namanya sudah profesi, dia melakukannya dengan imbalan gaji.

Kalaupun gajinya kurang/tidak memenuhi kebutuhannya, maka masuk ke kriteria miskin
(Fakir : tidak punya penghasilan, miskin : berpenghasilan tapi tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari)

Sebagai bentuk penghormatan saja kalau menurutku, rasanya kurang pantas kalau kita memberikan zakat kepada guru-guru kita itu lantaran dia miskin, tetapi lantaran jihadnyalah (walaupun dia miskin juga).

Jawaban Dr.H.M. Dawud Arif Khan

Alhamdulillah.

@Ochid: Itu kan sudah dengan sendirinya. Bukan menjadi fi sabilillah dulu baru fakir/miskin. Otomatis gitu lho.

@Syaecho: sebenarnya kriteria fakir itu orang yang punya penghasilan kurang dari 1/2 kebutuhannya, sedangkan miskin itu orang yg punya penghasilan kurang dari kebutuhannya. Tapi, kini menjadi urf bahwa orang yang mempunyai penghasilan di bawah garis kemiskinan menurut indeks pemerintah, maka masuk kategori miskin. Padahal bisa jadi di suatu tempat orang itu sudah senang dan cukup dengan Rp 20 ribu per hari misalnya (di desaku banyak), sementara di tempat lain, mungkin Rp 30 ribu per hari tak cukup (seperti hidup berkeluarga di Jakarta). Jadi, sekarang ukurannya relatif. Kalau mau teliti banget ya nanti malah lebih besar cost daripada manfaat. Masalahnya, banyak orang sekarang yang punya motor, tv, kulkas, kasur mentul-mentul, tapi ngakunya miskin. Tapi, itu masalah tersendiri.

Amil akhirnya melihat secara relatif, kecuali mereka tahu sendiri kondisi mustahiq. Kalau di masjidku, kita bentuk tim survey untuk meneliti kondisi masyarakat. Namun begitu, banyak juga masukan dari berbagai pihak yang pada akhirnya tak sempat juga diteliti. Jadi, akhirnya pake jurus "husnudzdzon". Kalau salah kan sudah ada yang nanggung (yaitu pemberi info).

Wa Allah A'lam

Jawaban Ustadz Ichsan nafarin

Maksudnya itu, kalau digaji maka tidak masuk fi sabilillah, masuk fakir/miskin tuh karena emang fakir/miskin, kalau kaya ya kagak masuk kemana-mana. Sedangkan kalau kagak digaji, mau kaya atau miskin ia masuk kriteria fi sabilillah.

Kalau si Udin bilang para guru yang miskin diberi zakat karena jihadnya itu ada benarnya juga, karena kalau gajinya kecil artinya ia masih berjihad, sedang kalau gajinya besar maka sudah masuk profesi bukan lagi jihad. Tapi yang lebih pasnya sih dimasukkan pada kelompok miskin karena jihadnya guru itu masih khilafiyyah sedang miskinnya guru itu lebih disepakati.

(Dikutip dengan perubahan seperlunya dari milis khusus anggota IMAN)


Artikel ini dipersembahkan oleh Unit Knowledge Management AL-IMAN (www.fajarilmu.net)

0 Response to "Kriteria Penerima Zakat dari Golongan Fi Sabilillah"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel