Hadits Dha'if yang Bukan Maudhu

(Kajian Whatsapp tanggal 17 Januari 2019 oleh Dr.K.H.M.Dawud Arif Khan)

Alhamdulillah, kita lanjutkan kajian kita. Terakhir kita bahas mengenai Hadits Ahad dan Hadits Dha'if yang maudhu. Kini kita lanjutkan dengan membahas Hadits Dha'if yang bukan maudhu.

Adapun hadits dha’if yang bukan karena dipalsukan, bukan pula karena perawinya pembohong atau parah dalam periwayatan, sebagian hanya karena ada perawinya dianggap kurang kuat hafalannya (meski ia jujur), atau ia pernah diketahui pernah berbohong sekali (selebihnya ia jujur), atau ia peragu, dll, maka hadits jenis ini adalah hadits dari Rasulullah SAW juga, namun sanadnya kurang kuat.

Ulama Salaf seperti Imam Ahmad bin Hanbal berpendapat bahwa hadits dha'if jenis ini boleh diamalkan secara mutlak tanpa syarat jika tidak ada hadits lain dalam bab tersebut. Pendapat yg sama diungkapkan oleh Imam Abu Dawud. Mereka berpendapat bahwa hadits dha'if masih jauh lebih kuat daripada pendapat Ulama. Imam Ahmad mengatakan: "Dho'iful hadits lebih kusukai daripada pendapat Ulama, karena kita tidak beralih ke Qiyas kecuali setelah tidak ada nash."

Adapun pendapat Jumhur Ulama menyatakan bahwa hadits dha'if itu boleh diamalkan dengan beberapa syarat (Imam Nawawi dan Ibnu Hajar bahkan mengatakan ini adalah ijma' Ulama). Menurut para ahli hadits dan selain mereka, boleh mempermudah urusan sanad dan meriwayatkan hadits dha'if - selain maudhu' - tanpa perlu menjelaskan kelamahannya. Dan boleh mengamalkan hadits dha'if dalam hal selain sifat-sifat Allah (Aqidah), hukum halal dan haram, yaitu (boleh dalam hal) nasehat-nasehat, kisah-kisah, fadhail a'mal, segala macam targhib dan tarhib, dalam semua hal yg tidak berkaitan dengan hukum (halal haram) dan aqidah.

Contoh hadits dha'if adalah hadits dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Berpuasalah kalian, maka kalian akan sehat." (HR Imam Abu Nu'aim dan Ibn Suny) Hadits ini tidak bermasalah bila diamalkan, karena tanpa ada hadits ini pun puasa itu tetap sunnah hukumnya (kecuali puasa Ramadhan - yang wajib - dan Puasa hari Tasyriq - yang haram). Selain itu, puasa memang mempunyai pengaruh yang baik untuk kesehatan. Hal itu telah dibuktikan melalui berbagai penelitian. Jangan karena hadits ini dinilai Dha'if kemudian puasa sunnah menjadi terlarang dilakukan. Hal itu salah besar.

Contoh hadits dha'if yang lain adalah hadits dari Abdullah Ibn Mas'ud bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa yang membaca surah al-Waaqi'ah setiap malam, maka ia tidak akan mengalami kefaqiran." (HR Imam Baihaqi) Hadits ini juga tetap baik bila diamalkan, karena tanpa hadits ini pun membaca al-Quran itu tidak dilarang, bahkan dianjurkan. Bila seseorang membaca surah al-Waaqi'ah setiap malam, maka itu baik bagi dirinya. Jangan karena hadits ini dinilai dha'if, maka membaca surah al-Waaqi'ah setiap malam menjadi terlarang. Ini kesimpulan hukum yang juga salah.

Ada lagi hadits dari bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Perbanyaklah dzikir, sehingga orang-orang berkata, engkau gila”. (HR Imam Ahmad, al-Hakim, Ibn Hibban, dan Ibnu Asakir) Sebagian orang menyangka bahwa ini adalah hadits dha'if. Namun, yang benar adalah bahwa ini adalah Hadits Hasan menurut pendapat al-Haafizh Ibn Hajar Al-Asqalani. Bahkan Imam Ibn Hibban memasukkan dalam kategori Hadits Shahih.

Hal itu adalah karena ada hadits lain yang diriwayatkan secara mursal oleh Abu al-Jauza bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Perbanyaklah dzikir kepada Allah, hingga orang-orang munafik mengatakan bahwa kalian sok pamer." (HR Imam Baihaqi). Kekuatan matan hadits juga didukung banyak ayat al-Quran yang menganjurkan memperbanyak dzikir dan juga banyak Hadits shahih yang menganjurkan berdzikir. Wa Allah A'lam.

Jadi salah besar orang yg berpendapat bahwa hadits dha'if itu sama sekali tidak boleh diamalkan. Imam Ibn Hajar al-Haitami menyebutkan, “Para imam dari kalangan ahli hadits dan ahli fikih telah sepakat, sebagaimana yang disebutkan juga oleh Imam An-Nawawi dan lainnya, tentang kebolehan beramal dengan hadits dhaif dalam hal fadhail (keutamaan-keutamaan), anjuran kebaikan dan ancaman keburukan, tidak dalam perkara yang berkaitan dengan hukum halal dan haram, selama tingkat kedhaifannya tidak terlalu parah.”

Ketika membahas Hadits dzikir di atas, kita mendapati ada istilah diriwayatkan secara mursal. Apa maksudnya, dan bagaimana kedudukan dan kekuatan hukum Hadits Mursal itu. Pembahasannya in syaa Allah disampaikan di pengajian berikutnya. Untuk hari ini kita cukupkan sampai di sini dulu pengajiannya. Semoga bermanfaat. In syaa Allah kita lanjutkan minggu depan. Silakan baca Hamdalah. Wassalaamu alaikum WW.


Artikel ini dipersembahkan oleh Unit Knowledge Management AL-IMAN (www.fajarilmu.net)

0 Response to "Hadits Dha'if yang Bukan Maudhu"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel