Tanya Jawab Tentang Mahar Perkawinan

Kepada para sesepuh pinisepuh IMAN dan juga teman-teman yang lain, saya mau tanya sejatinya Mahar itu yang diberikan dalam bentuk apa? Uang tunai atau emas batangan atau yang lain?

Kadang saya mendengar ketika ijab qabul bahwa ada pengucapan mahar seperangkat alat sholat, bagaimana itu hukumnya? Dalam fiqh sendiri bagaimana? Kalau bisa sekalian dalil-dalilnya.

(Safinda, 6 Februari 2009)

Jawaban Ustadz Ichsan Nafarin

Setahu saya mahar tidak termasuk dalam rukun nikah. Akan tetapi mahar sangat dianjurkan untuk diberikan meskipun sekedar sendal jepit.

Intinya mahar adalah berupa sesuatu yang bermanfaat entah berupa materi atau mungkin ilmu. Jadi bisa saja mahar dalam bentuk ilmu membaca fatihah misalnya, dan lain-lain yang bermanfaat.

Jawaban Dr.H.M.Dawud Arif Khan

Assalamualaikum WW

Alhamdulillah. Mahar itu bisa dalam bentuk apa saja. Bahkan dalam bentuk pengajaran agama atau bacaan Al-Qur'an pun boleh.

Menurut Madzhab Syafi'i , tidak ada batas minimal untuk mahar, yang penting sesuatu itu bernilai atau berharga untuk dijadikan mahar (termasuk seperangkat alat salat).

Dalilnya adalah Surah An-Nisaa' ayat 24: "Dan dihalalkan bagimu selain yang demikian, yaitu mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk dizinai". Kalimat "dengan hartamu" (biamwaalikum) dalam ayat ini lafadznya umum tanpa dibatasi dengan jumlah tertentu.

Selain itu ada hadits Nabi SAW dari Sahal bin Sa`ad ra., ia berkata: Seorang wanita datang kepada Rasulullah saw. dan berkata: Wahai Rasulullah, aku datang untuk menyerahkan diriku kepadamu. Lalu Rasulullah SAW. memandang perempuan itu dan menaikkan pandangan serta menurunkannya kemudian beliau mengangguk-anggukkan kepala. Melihat Rasulullah SAW. tidak memutuskan apa-apa terhadapnya, perempuan itu lalu duduk. Sesaat kemudian seorang sahabat beliau berdiri dan berkata: Wahai Rasulullah, jika engkau tidak berkenan padanya, maka kawinkanlah aku dengannya. Rasulullah SAW. bertanya: Apakah kamu memiliki sesuatu? Sahabat itu menjawab: Demi Allah, tidak wahai Rasulullah! Beliau berkata: Pulanglah ke keluargamu dan lihatlah apakah kamu mendapatkan sesuatu? Maka pulanglah sahabat itu, lalu kembali lagi dan berkata: Demi Allah aku tidak mendapatkan sesuatu! Rasulullah SAW. bersabda: Cari lagi walaupun hanya sebuah cincin besi! Lalu sahabat itu pulang dan kembali lagi seraya berkata: Demi Allah tidak ada wahai Rasulullah, walaupun sebuah cincin dari besi kecuali kain sarung milikku ini! Sahal berkata: Dia tidak mempunyai rida` (kain yang menutupi badan bagian atas). Berarti wanita tadi hanya akan mendapatkan setengah dari kain sarungnya. Rasulullah saw. bertanya: Apa yang dapat kamu perbuat dengan kain sarung milikmu ini? Jika kamu memakainya, maka wanita itu tidak memakai apa-apa. Demikian pula jika wanita itu memakainya, maka kamu tidak akan memakai apa-apa. Lelaki itu lalu duduk agak lama dan berdiri lagi sehingga terlihatlah oleh Rasulullah ia akan berpaling pergi. Rasulullah memerintahkan untuk dipanggil, lalu ketika ia datang beliau bertanya: Apakah kamu bisa membaca Alquran? Sahabat itu menjawab: Saya bisa membaca surat ini dan surat ini sambil menyebutkannya satu-persatu. Rasulullah bertanya lagi: Apakah kamu menghafalnya? Sahabat itu menjawab: Ya. Lalu Rasulullah SAW. bersabda: Pergilah, wanita itu telah menjadi istrimu dengan mahar mengajarkan surat Alquran yang kamu hafal. (HR Imam Bukhari dan Muslim)

Wa Allah A'lam. Semoga bermanfaat.

Wassalamualaikum WW

Pertanyaan dari Bachrul Ulum

Assalaamu'alaikum ww.

Salah satu hal yg membuat saya masih belum mengerti adalah apakah memang mahar itu bukan rukun nikah, sebagaimana disampaikan Pak Ichsan? Yang saya pahami selama ini adalah termasuk rukun nikah. Mohon Pak Dawud dapat menjelaskannya.

Maturnuwun.

Jawaban dari Ichsan Nafarin

Rukun Nikah
1.Calon mempelai laki-laki dan perempuan.
2.Wali dari calon mempelai perempuan.
3.Dua orang saksi (laki-laki).
4.Ijab dari wali calon mempelai perempuan atau wakilnya.
5.Kabul dari calon mempelai laki-laki atau wakilnya.

Kompilasi Hukum Islam mengatur mahar dalam Pasal 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38 (dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1974), yang hampir keseluruhannya mengadopsi dari kitab fiqih menurut jumhur ulama. Lengkapnya adalah sebagai berikut:

Pasal 30
Calon mempelai pria wajib membayar mahar kepada calon mempelai wanita yang jumlah, bentuk, dan jenisnya disepakati oleh kedua belah pihak.

Sebenarnya yang wajib membayar mahar itu bukan calon mempelai laki-laki, tetapi mempelai laki-laki karena kewajiban itu baru ada setelah berlangsung akad nikah. Demikian pula yang menerima bukan calon mempelai wanita, tetapi mempelai wanita karena dia baru berhak menerima mahar setelah adanya akad nikah.

Pasal 31
Penentuan mahar berdasarkan asas kesederhanaan dan kemudahan yang dianjurkan oleh ajaran Islam.

Pasal 32
Mahar diberikan langsung kepada calon mempelai wanita dan sejak itu menjadi hak pribadinya.

Pasal 33
(1) Penyerahan mahar dilakukan dengan tunai.
(2) Apabila calon mempelai wanita menyetujui, penyerahan mahar boleh ditangguhkan baik untuk seluruhnya atau untuk sebagian. Mahar yang belum ditunaikan menjadi utang (calon) mempelai pria.

Pasal 34
(1) Kewajiban penyerahan mahar bukan merupakan rukun dalam pernikahan.
(2) Kelalaian menyebut jenis dan jumlah mahar pada waktu akad nikah, tidak menyebabkan batalnya pernikahan. Begitu pula halnya dalam keadaan mahar masih terutang, tidak mengurangi sahnya pernikahan.

Pasal 35
(1) Suami yang menalak istrinya qobla ad-dukhul (yakni sebelum ‘berhubungan’, ed.) wajib membayar setengah mahar yang telah ditentukan dalam akad nikah.
(2) Apabila suami meninggal dunia qobla ad-dukhul seluruh mahar yang telah ditetapkan menjadi hak penuh istrinya.
(3) Apabila perceraian terjadi qobla ad-dukhul tetapi besarnya mahar belum ditetapkan, maka suami wajib membayar mahar mitsl.

Pasal 36
Apabila mahar hilang sebelum diserahkan, mahar itu dapat diganti dengan barang lain yang sama bentuk dan jenisnya atau dengan barang lain yang sama nilainya atau dengan uang yang senilai dengan harga barang mahar yang hilang.

Pasal 37
Apabila terjadi selisih pendapat mengenai jenis dan nilai mahar yang ditetapkan, penyelesaiannya diajukan ke Pengadilan Agama.

Pasal 38
(1) Apabila mahar yang diserahkan mengandung cacat atau kurang, tetapi (calon) mempelai wanita tetap bersedia menerimanya tanpa syarat, penyerahan mahar dianggap lunas.
(2) Apabila istri menolak untuk menerima mahar karena cacat, suami harus menggantinya dengan mahar lain yang tidak cacat. Selama penggantinya belum diserahkan, mahar dianggap masih belum dibayar.

Jawaban Dr.H.M.Dawud Arif Khan

Waalaikum salam WW

Alhamdulillah. Mahar memang tidak termasuk rukun nikah, karena dua hal:
1. Ia dapat dihutang
2. Wanita dapat saja membebaskan mahar suaminya.

Sebagai intermeso, dapat saja suatu pernikahan - biar heboh - menggunakan mahar, misalnya Rp 10 trilyun, hutang. Kemudian, si wanita membebaskan hutang suaminya. Ya tidak apa-apa. Yang seru kalau si wanita kemudian tak mau membebaskan hutang mahar itu. Ya rame. Intermeso aja.

Sebagian ulama, seperti Imam Hanafi dan Imam Maliki memberi batas minimal mahar, yaitu 10 dirham (Hanafi) - karena Nabi tak pernah memberikan mahar dalam jumlah yg kurang dari itu, dan 3 dirham (Maliki) - dikiaskan dengan nishabnya hukum had potong tangan bagi pencuri.

Wa Allah A'lam.

Pertanyaan Bachrul Ulum

Alhamdulillah, terima kasih atas jawaban para Guru sekalian.

Jika seandainya si calon istri mengikhlaskan maharnya sebelum akad nikah, apakah itu boleh? artinya ijab qobulnya akan menjadi tanpa mahar? Jadi mungkin akadnya akan menjadi begini: "saya terima nikah dan kawinnya" gitu saja atau gimana lah yang lebih benar kalimatnya, saya tidak tahu.

Terima kasih.

Jawaban Dr.H.M.Dawud Arif Khan

Assalaamualaikum WW

Tidak bisa, karena hukum mahar itu wajib. Tunggulah sebentar untuk membebaskan suami tercinta. Paling selisih berapa menit begitu. He..he..

Wassalam

Pertanyaan dari Hogi

Assalamu alaykum...

Berkaitan dengan mas kawin (mahar):
1. Siapa yg menentukan mahar?
2. Bolehkah calon suami membatasi mahar? Atau harus sesuai permintaan calon istri?
Terima kasih ya buat semua aja

Jawaban Ustadz Ichsan Nafarin

'Alaikumussalaam...

Sesuai dengan bunyi akad (ijab) maka mahar ditentukan oleh wali sebagai pengucap ijab, dan calon suami mau tak mau harus setuju (qabul) dengan mahar yang dipersyaratkan wali kalau masih ingin menikahi wanita yang ia maksud.

Adapun penentuan jenis atau besarannya  biasanya telah disepakati dalam khithbah/lamaran. Prakteknya ya negosiasi antara pihak pria dan wanita, karena kondisi sekarang ini keduanya sama-sama saling membutuhkan dan sama-sama tertarik sehingga akan menyesuaikan dengan kondisi masing-masing.

(Dikutip dengan perubahan seperlunya dari milis khusus anggota IMAN)


Artikel ini dipersembahkan oleh Unit Knowledge Management AL-IMAN (www.fajarilmu.net)

0 Response to "Tanya Jawab Tentang Mahar Perkawinan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel