Beberapa Pertanyaan Sekitar Tajwid
Assalaamu 'alaikum...
Buat para guru dan sekalian pembaca, khususnya ahlul qurra', Pak Dul, Pak Subhan, dll. Saya mau nanya beberapa hal tentang tajwid secara teori:
1. Bagaimana teori membaca dua huruf yang sama-sama mati (biasanya karena waqof)?
a. Dua huruf biasa misalnya 'ashr, qatl, fath,dll
b. Dua huruf salah satu atau keduanya qalqalah misal qadr, fajr, qisth, 'ahd, abd, dll
c. huruf ke-2 ya', atau wau misal Ra'yu, baghyu, afwu, hadyu.
2. Adakah perbedaan antara ta' marbuthoh yang hidup dengan ta' mabsuthoh yang hidup, dan perbedaan ta marbuthoh yang mati dengan ha' yang mati? Atau sama persis?
3. Dalam literatur tajwid, saya temukan bacaan ghunnah adalah bila nun atau mim ditasydid. Bagaimana dengan ya' dan wau yang ditasydid? Apakah juga ghunnah? Jika tidak, mengapa huruf idgham bigunnah 'yanmu' termasuk di dalamnya ya' dan wau. padahal kalo dilihat sekilas antara in-ma(idgham bighunnah) dan im-ma (ghunnah) sepertinya bacaannya sama, jadi mestinya sama juga in-ya (idgham bighunnah) dengan iy-ya(ghunnah?)
Demikian pertanyaan saya, mohon penjelasan yang lebih teoritis agar lebih mudah kami fahami. Matur Nuwun...
Wassalaamu 'alaikum
(Ustadz Ichsan Nafarin, 8 Februari 2009)
Assalamu ‘alaikum Wr. Wb.
1. Bagaimana teori membaca dua huruf yang sama2 mati (biasanya karena waqof)?
a. Dua huruf biasa misalnya 'ashr, qatl, fath,dll
b. Dua huruf salah satu atau keduanya qalqalah misal qadr, fajr, qisth, 'ahd, abd, dll
c. huruf ke-2 ya', atau wau misal Ra'yu, baghyu, afwu, hadyu.
Prinsip utama dalam membaca Al-Qur’an adalah, kita tidak boleh “menghilangkan” huruf-huruf yang ada karena dikhawatirkan mengubah makna. Oleh karena itu, ketika ada dua harus yang sama-sama mati seperti contoh di atas, keduanya harus tetap “nampak” dalam bacaan.
Sebagai contoh ashr, ada shod yang mati asli dan kemudian ro’ yang seharusnya hidup namun diwaqofkan. Untuk ini shod nya terdengar seperti “e” hidup, trus ro’nya mati. Jadi kalau dipelankan seperti asher begitu pula qatl terdengar pelan seperti qotel.
Begitu pula ketika ada qolqolah yang terlibat. Huruf yang waqof awal “dihidupkan” dan yang terakhir waqof qolqolah. jadi kalo qadr terdengar pelan ‘qoder’, abd terdengar abed (dengan dal qoqolah) begitu pula hamd terdengar pelan hamed (dengan dal qolqolah).
Nah, jika yang kedua adalah yak atau wau, prinsip utama untuk tidak hilang masih berlaku, cuma karena diwaqofkan, yak dan wawu masing-masing terdengar mendekati vocal ‘i’ dan’u’. sebagai contoh di atas, alhadyu, ketika ya’ nya juga waqof, maka terdengar seperti alhadi (dengan dal qolqolah kemudian diakhiri ’i’). Kalau afwu, maka bacanya af, kemudian mulut ‘mecucu’ sebagai representasi wawu (atau ‘u’)
2. Adakah perbedaan antara ta' marbuthoh yang hidup dengan ta' mabsuthoh yang hidup, dan perbedaan ta marbuthoh yang mati dengan ha' yang mati? Atau sama persis?
Jika dalam kondisi hidup, bacaan ta’ baik marbutoh maupun mabsutoh, tidak ada bedanya. Berbeda halnya ketika ta’ tersebut waqof. Ta’ marbutoh ketika mati berlaku hampir sama dengan makhroj ha’ yang mati. Perbedaan kecil (tidak signifikan) yang terjadi adalah jika ha’ asli nampak ada tekanan dari dada, sementara tak murbutoh bersih tanpa ada dorongan yang kuat dari dada. Sebagai contoh syajaroh (tulisan syajarot) agak beda sedikit dengan ihdina , dimana ada dorongan dari dada ketika menguca ‘ih’. Sementara itu ta’ mabsuthoh terdengar seperti huruf ‘c’ ketika waqof.
3. Dalam literatur tajwid, saya temukan bacaan ghunnah adalah bila nun atau mim ditasydid. Bagaimana dengan ya' dan wau yang ditasydid? Apakah juga ghunnah? Jika tidak, mengapa huruf idgham bigunnah 'yanmu' termasuk di dalamnya ya' dan wau. padahal kalo dilihat sekilas antara in-ma (idgham bighunnah) dan im-ma (ghunnah) sepertinya bacaannya sama, jadi mestinya sama juga in-ya (idgham bighunnah) dengan iy-ya (ghunnah? )
Arti ghunnah sendiri aslinya “dengung”, makanya ketika nun atau mim di tasydid hukumnya ghunnah. Sementara idgham sendiri artinya memasukkan. Makanya ketika nun mati ketemu "yanmu", huruf nun seolah hilang karena ‘tertelan’ oleh huruf ya, nun, mim dan wawu. Karakteristik makhroj dari nun mati ketika bertemu "yanmu", berkonsekwensi timbulnya dengung dalam pengucapannya. Ini bisa dirasakan berbeda ketika nun mati ketemu lam atau ro’ dimana karakteristik makhrojnya tidak menimbulkan dengung. Oleh karena itu, meskipun sama-sama idgham, yang yanmu adalah bi ghunnah, namun lam ro adalah bila ghunnah. Karakteristik makhroj itu pula yang menyebabkan perbedaan antara ‘ imma-‘in-ma’ dengan ‘in-ya’ –‘ iy-ya’. Perbedaan yang paling gampang di lihat antara ghunnah dan bila ghunnah adalah pada panjang tekanannya. Sebagai contoh, jika kita mengucapkan man-yaqulu maka tekanan yang agak panjang terjadi pada huruf ya. jadi bacanya ‘mayyyyyaqulu’ tidak boleh baca ‘may-yaqulu’. Berbeda jika kita baca iyyaaka (pada prinsipnya tasydid dalam bacaan adalah sama dengan dua huruf yang sama, dimana yang pertama mati, yang kedua hidup), tekanan pada ya pertama hanya pendek dan langsung dilanjutkan ke huruf kedua tanpa dengung. jadi kita baca iy-yaa-ka.
Wallahu A’lam bis showab..
Wassalaamu 'alaikum
Pertanyaan dari Ustadz Ichsan Nafarin
Menegaskan yang saya fahami dari jawaban :
Untuk dua huruf mati, saya masih kurang faham tentang sifat huruf yang pertama masihkah ada atau hilang, misal qatl, masihkah hams di ta' muncul jadi seperti qacel atau qatel.
Atau abd, apakah qalqalah ba' masih ada jadi abe'de' atau abede'
untuk hadyu mungkin terlihat jelas sifat qalqalah dal hilang jadi hadi atau justru masih ada, gak tau cara bacanya gimana.
Untuk lainnya Insya Allah bisa difahami,
Matur nuwun. Jazaakumullahu khairan
Jawaban Ustadz Muh Dularif
Sesuai dengan prinsip, karena "seolah' hidup, maka hukumnya mengikuti hidup, karenanya qotl di baca qotel, bukan qocel.
Begitu pula hady, meskipun masih kelihatan karena kuatnya qolqolah dal, namun sepintas terdengar seperti hadi.
(Dikutip dengan perubahan seperlunya dari milis khusus anggota IMAN)
0 Response to "Beberapa Pertanyaan Sekitar Tajwid"
Posting Komentar