Rukun Puasa
Rukun puasa yaitu :
1. Niat
2. Meninggalkan hal-hal yang membatalkan puasa mulai Fajar sampai Maghrib
NIAT
Niat untuk puasa wajib harus dilakukan setiap hari pada malam hari sebelum fajar, jika belum niat sampai masuk fajar maka puasanya tidak sah. Yang wajib diniatkan dalam puasa wajib adalah af’al(pekerjaannya/puasa), ta’yin (jenis/nama puasanya) dan sifatnya yang wajib. Ini untuk membedakan antara jenis puasa yang satu dengan lainnya. Untuk puasa Ramadlan, karena jenisnya tidak ada yang sunnah maka tidak harus dinyatakan sifat wajibnya, atau cukup niat puasa Ramadlan (karena tidak ada puasa Ramadlan yang sunnah), pendapat lain tetap mewajibkan menyatakan sifat wajibnya untuk membedakan dengan puasanya anak-anak. Sedangkan puasa wajib yang tercampur dengan yang sunnah semisal puasa hari senin memenuhi nadzar, maka wajib dinyatakan sifatnya yang wajib. Bisa dikatakan untuk niat puasa Ramadlan adalah “aku niat puasa wajib bulan Ramadlan”. Hal lain yang biasa dimasukkan dalam niat hukumnya sunnah, seperti menyatakan esok hari, memenuhi kewajiban ada’/qadla’, dan lillaahi ta’ala. Sebagaimana difahami syarat niat ini di hati, dan sunnah dilafadhkan.
Untuk puasa sunnah yang tertentu, yang wajib diniatkan adalah af’al dan ta’yinnya, shg untuk membedakan puasa Senin dengan puasa sunnah lainnya maka wajib dinyatakan puasa Senin, jika tidak maka jatuhnya puasa mutlak yang memang hanya mensyaratkan niat af’al saja. Untuk puasa sunnah, diperbolehkan niat setelah fajar sampai akan masuk waktu dhuhur (istiwa’) jika melum melakukan hal yang membatalkan puasa.
HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA
1. Masuknya sesuatu yang terlihat mata (ain) kedalam lobang tubuh yang terhubung rongga perut atau kepala. Ain tersebut bisa berbentuk padat, cair atau gas yang terlihat mata. Yang termasuk lobang tubuh dimaksud ada 5 yaitu qubul, dubur, mulut, hidung dan telinga. Lobang tubuh lainnya tidak menyebabkan batalnya puasa, misal mata dan pori2 kulit. Termasuk dalam kriteria masuknya sesuatu ini adalah muntah, karena orang yang muntah tidak bisa menghindari sebagian kecil muntahan yang melewati tenggorokan untuk masuk kembali ke dalam tenggorokan. Karena itu sering kita mendapati muntah sebagai salah satu sebab batalnya puasa.
Adapun batas dari masuknya sesuatu ke lobang tubuh adalah setelah melewati bagian yang terlihat dari luar, untuk mulut adalah bagian yang terlihat saat mulut dibuka, qubul wanita adalah bagian yang tidak terlihat saat ia jongkok, dubur adalah bagian yang tidak terlihat saat ia buang air besar. Dikecualikan untuk air liur, ia dikategorikan membatalkan jika berasal dari luar mulut atau telah keluar dari batas bibir.
2. Jima’ (bersetubuh)
3. Inzal (keluar mani) dengan sebab mubasyaroh/bersentuhan atau sebab istimna’ (masturbasi)
4. Datang hal yang membuat puasa tidak wajib baginya (kekafiran/murtad, hilang akal/gila, wanita haid/nifas)
Semua itu jika dilakukan dengan sengaja dan mengetahui kalau hal tersebut dilarang maka membatalkan puasa. Tidak termasuk membatalkan puasa jika masuknya sesuatu atau muntah tidak sengaja/lupa, menelang ludah dari mulut meskipun banyak/sering, masuk melalui pori/kulit (mandi/suntikan/infus), masuk melalui mata (air wudlu masuk mata, menangis, obat mata, dll), Inzal karena melamun, melihat atau mimpi, masuk sesuatu ke dalam mulut kemudian dikeluarkan (nyicip masakan), wudlu sudah hati2 ternyata ada air yang masuk tenggorokan, tidur sepanjang hari, pingsan dan sempat sadar walau sebentar di siang hari puasa.
Untuk orang yang batal puasanya dengan sebab jima’, disamping qadla’ ia wajib membayar kifarat yaitu membebaskan budak atau puasa 2 bulan berturut2 atau memberi makan 60 miskin (urutan pilihan bersifat hierarkhis/berjenjang dari yang awal). Yang terkena kewajiban kifarat adalah pihak laki2, sedang wanita tidak wajib kifarat, karena yang batal sebab jima’ hanya laki2 sedang wanita telah batal sebelum jima’ sebab masuknya sesuatu kedalam qubulnya. Contoh ini berlaku juga untuk orang yang batal dengan sebab selain jima kemudian jima’ di siang hari Ramadlan. Contohnya, musafir, karena tidak puasa meski ia jima’ di siang hari ia tidak terkena kifarat. Atau orang tidak mampu lagi puasa kemudian makan/minum dan kemudian jima’, maka ia tidak wajib kifarat.
(Oleh Ustadz Ichsan Nafarin, Agustus 2009)
(Dikutip dengan perubahan seperlunya dari milis khusus anggota IMAN)
1. Niat
2. Meninggalkan hal-hal yang membatalkan puasa mulai Fajar sampai Maghrib
NIAT
Niat untuk puasa wajib harus dilakukan setiap hari pada malam hari sebelum fajar, jika belum niat sampai masuk fajar maka puasanya tidak sah. Yang wajib diniatkan dalam puasa wajib adalah af’al(pekerjaannya/puasa), ta’yin (jenis/nama puasanya) dan sifatnya yang wajib. Ini untuk membedakan antara jenis puasa yang satu dengan lainnya. Untuk puasa Ramadlan, karena jenisnya tidak ada yang sunnah maka tidak harus dinyatakan sifat wajibnya, atau cukup niat puasa Ramadlan (karena tidak ada puasa Ramadlan yang sunnah), pendapat lain tetap mewajibkan menyatakan sifat wajibnya untuk membedakan dengan puasanya anak-anak. Sedangkan puasa wajib yang tercampur dengan yang sunnah semisal puasa hari senin memenuhi nadzar, maka wajib dinyatakan sifatnya yang wajib. Bisa dikatakan untuk niat puasa Ramadlan adalah “aku niat puasa wajib bulan Ramadlan”. Hal lain yang biasa dimasukkan dalam niat hukumnya sunnah, seperti menyatakan esok hari, memenuhi kewajiban ada’/qadla’, dan lillaahi ta’ala. Sebagaimana difahami syarat niat ini di hati, dan sunnah dilafadhkan.
Untuk puasa sunnah yang tertentu, yang wajib diniatkan adalah af’al dan ta’yinnya, shg untuk membedakan puasa Senin dengan puasa sunnah lainnya maka wajib dinyatakan puasa Senin, jika tidak maka jatuhnya puasa mutlak yang memang hanya mensyaratkan niat af’al saja. Untuk puasa sunnah, diperbolehkan niat setelah fajar sampai akan masuk waktu dhuhur (istiwa’) jika melum melakukan hal yang membatalkan puasa.
HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA
1. Masuknya sesuatu yang terlihat mata (ain) kedalam lobang tubuh yang terhubung rongga perut atau kepala. Ain tersebut bisa berbentuk padat, cair atau gas yang terlihat mata. Yang termasuk lobang tubuh dimaksud ada 5 yaitu qubul, dubur, mulut, hidung dan telinga. Lobang tubuh lainnya tidak menyebabkan batalnya puasa, misal mata dan pori2 kulit. Termasuk dalam kriteria masuknya sesuatu ini adalah muntah, karena orang yang muntah tidak bisa menghindari sebagian kecil muntahan yang melewati tenggorokan untuk masuk kembali ke dalam tenggorokan. Karena itu sering kita mendapati muntah sebagai salah satu sebab batalnya puasa.
Adapun batas dari masuknya sesuatu ke lobang tubuh adalah setelah melewati bagian yang terlihat dari luar, untuk mulut adalah bagian yang terlihat saat mulut dibuka, qubul wanita adalah bagian yang tidak terlihat saat ia jongkok, dubur adalah bagian yang tidak terlihat saat ia buang air besar. Dikecualikan untuk air liur, ia dikategorikan membatalkan jika berasal dari luar mulut atau telah keluar dari batas bibir.
2. Jima’ (bersetubuh)
3. Inzal (keluar mani) dengan sebab mubasyaroh/bersentuhan atau sebab istimna’ (masturbasi)
4. Datang hal yang membuat puasa tidak wajib baginya (kekafiran/murtad, hilang akal/gila, wanita haid/nifas)
Semua itu jika dilakukan dengan sengaja dan mengetahui kalau hal tersebut dilarang maka membatalkan puasa. Tidak termasuk membatalkan puasa jika masuknya sesuatu atau muntah tidak sengaja/lupa, menelang ludah dari mulut meskipun banyak/sering, masuk melalui pori/kulit (mandi/suntikan/infus), masuk melalui mata (air wudlu masuk mata, menangis, obat mata, dll), Inzal karena melamun, melihat atau mimpi, masuk sesuatu ke dalam mulut kemudian dikeluarkan (nyicip masakan), wudlu sudah hati2 ternyata ada air yang masuk tenggorokan, tidur sepanjang hari, pingsan dan sempat sadar walau sebentar di siang hari puasa.
Untuk orang yang batal puasanya dengan sebab jima’, disamping qadla’ ia wajib membayar kifarat yaitu membebaskan budak atau puasa 2 bulan berturut2 atau memberi makan 60 miskin (urutan pilihan bersifat hierarkhis/berjenjang dari yang awal). Yang terkena kewajiban kifarat adalah pihak laki2, sedang wanita tidak wajib kifarat, karena yang batal sebab jima’ hanya laki2 sedang wanita telah batal sebelum jima’ sebab masuknya sesuatu kedalam qubulnya. Contoh ini berlaku juga untuk orang yang batal dengan sebab selain jima kemudian jima’ di siang hari Ramadlan. Contohnya, musafir, karena tidak puasa meski ia jima’ di siang hari ia tidak terkena kifarat. Atau orang tidak mampu lagi puasa kemudian makan/minum dan kemudian jima’, maka ia tidak wajib kifarat.
(Oleh Ustadz Ichsan Nafarin, Agustus 2009)
Artikel ini dipersembahkan oleh Unit Knowledge Management AL-IMAN (www.fajarilmu.net)
0 Response to "Rukun Puasa"
Posting Komentar