Menjual Kulit Kambing/Sapi Qurban
Assalaamu'alaikum. Nuwun sewu, nderek tanglet.
Sering ditemui bahwa kulit kambing/sapi qurban biasanya dijual dan uangnya masuk ke kas masjid, atau ke kas panitia kurban. Bagaimana hukumnya hal ini?
Apakah kulit tsb harus diberikan dahulu kepada salah seorang penerima kemudian diikhlaskan kepada panitia, agar dapat dijual oleh panitia? Ataukah itu dianggap sbg kelaziman sebagaimana jual beli yg "diem-dieman" tanpa ngomong apa2 sudah sah karena sudah terbiasa?
Maturnuwun.
(bachrul ulum, Nov 23, 2009)
Jawaban Ustadz Ichsan Nafarin
'Alaikumussalaam
Menjual bagian kurban tidak diperbolehkan (bagi pengurban), tetapi jika sudah di serahkan kepada orang lain sebagai hadiah maupun shodaqoh maka terserah yang bersangkutan karena itu sudah jadi hak miliknya. Sebagai contoh, saya menerima bagian daging kambing dari korbannya pak Budi, tapi karena saya gak doyan kambing maka daging itu saya jual dan ditukarkan dengan nasi padang maka itu diperkenankan karena daging itu sudah diserahkan pada saya jadi saya berhak untuk menjualnya/menukarkannya.
Sama halnya kulit hewan kurban, tidak boleh dijual oleh pengurban. Tetapi jika sudah dishodaqohkan ke fakirmiskin/masjid (masih berupa kulit), maka silakan fakirmiskin/masjid untuk menjualnya. Praktek di tempat saya kulit semuanya disepakati dishodaqohkan ke masjid, kemudian pengurus masjid menjual semua atau sebagian dari kulit tersebut.
Mungkin tampaknya sama tetapi sebetulnya berbeda, pengurban menjual kulit kemudian hasil penjualan dishodaqohkan. Disini bisa kita lihat bahwa contoh pertama pengurus masjid/fakir miskin penerima kulit kurban yang menentukan harga jual kulit, bukan pengurban. Berbeda pada contoh kedua, dan dengan melakukan penjualan maka ia telah membatalkan kurbannya, meski kemudian mendapatkan nilai shodaqoh.
Satu kebiasaan yang salah kaprah. Kulit/kepala dijadikan sebagai bagian transaksi upah penyembelihan.
Seringkali orang yang berkurban menyuruh orang menyembelih dengan kulit/kepala sebagai upahnya. Ini tidak diperbolehkan. Tidak ada bagian kurban yang boleh ditransaksikan sebagai upah, karena alokasinya hanya 3 dikonsumsi sendiri, dihadiahkan dan dishodaqohkan, tidak ada digunakan sebagai upah.
Beberapa praktek tampak berbeda tetapi sebetulnya tetap dikategorikan sebagai mentransaksikan bagian kurban. Misal perjanjian dengan penyembelih, "biaya penyembelihan dan pengurusan 50 ribu, tetapi jika kulit untuk saya maka 30 ribu saja". Transaksi itu secara implisit menunjukkan bahwa kulit dijual seharga 20 rb. Berbeda jika panitia masjid yang melakukan transaksi tsb dan sudah disepakati kulit untuk masjid, setelah menetapkan biaya pengurusan 50 ribu per kambing kemudian ia membuat transaksi dengan penyembelih, "biaya penyembelihan dan pengurusan 50 ribu, tetapi jika kulit untuk saya maka 30 ribu saja", karena disitu masjid/panitia lah yang menjual kulitnya.
Beberapa pengurban juga salah kaprah dengan hanya menyerahkan hewan kurban saja ke masjid tanpa membayar biaya pengurusan. Meskipun akhirnya penyembelihan dilakukan atas biaya panitia dan panitia mendapat ganti dari menjual kulit, maka yang terjadi sesungguhnya adalah pengurban menjual kulit melalui panitia tersebut untuk menutupi biaya potong. Karena itu perlu difahami bahwa kurban tidak hanya menyediakan hewan, tetapi termasuk juga membayar biaya pengurusan dalam hal ia tidak menyembelih/mengurusnya sendiri.
(Dikutip dengan perubahan seperlunya dari milis khusus anggota IMAN)
Sering ditemui bahwa kulit kambing/sapi qurban biasanya dijual dan uangnya masuk ke kas masjid, atau ke kas panitia kurban. Bagaimana hukumnya hal ini?
Apakah kulit tsb harus diberikan dahulu kepada salah seorang penerima kemudian diikhlaskan kepada panitia, agar dapat dijual oleh panitia? Ataukah itu dianggap sbg kelaziman sebagaimana jual beli yg "diem-dieman" tanpa ngomong apa2 sudah sah karena sudah terbiasa?
Maturnuwun.
(bachrul ulum, Nov 23, 2009)
Jawaban Ustadz Ichsan Nafarin
'Alaikumussalaam
Menjual bagian kurban tidak diperbolehkan (bagi pengurban), tetapi jika sudah di serahkan kepada orang lain sebagai hadiah maupun shodaqoh maka terserah yang bersangkutan karena itu sudah jadi hak miliknya. Sebagai contoh, saya menerima bagian daging kambing dari korbannya pak Budi, tapi karena saya gak doyan kambing maka daging itu saya jual dan ditukarkan dengan nasi padang maka itu diperkenankan karena daging itu sudah diserahkan pada saya jadi saya berhak untuk menjualnya/menukarkannya.
Sama halnya kulit hewan kurban, tidak boleh dijual oleh pengurban. Tetapi jika sudah dishodaqohkan ke fakirmiskin/masjid (masih berupa kulit), maka silakan fakirmiskin/masjid untuk menjualnya. Praktek di tempat saya kulit semuanya disepakati dishodaqohkan ke masjid, kemudian pengurus masjid menjual semua atau sebagian dari kulit tersebut.
Mungkin tampaknya sama tetapi sebetulnya berbeda, pengurban menjual kulit kemudian hasil penjualan dishodaqohkan. Disini bisa kita lihat bahwa contoh pertama pengurus masjid/fakir miskin penerima kulit kurban yang menentukan harga jual kulit, bukan pengurban. Berbeda pada contoh kedua, dan dengan melakukan penjualan maka ia telah membatalkan kurbannya, meski kemudian mendapatkan nilai shodaqoh.
Satu kebiasaan yang salah kaprah. Kulit/kepala dijadikan sebagai bagian transaksi upah penyembelihan.
Seringkali orang yang berkurban menyuruh orang menyembelih dengan kulit/kepala sebagai upahnya. Ini tidak diperbolehkan. Tidak ada bagian kurban yang boleh ditransaksikan sebagai upah, karena alokasinya hanya 3 dikonsumsi sendiri, dihadiahkan dan dishodaqohkan, tidak ada digunakan sebagai upah.
Beberapa praktek tampak berbeda tetapi sebetulnya tetap dikategorikan sebagai mentransaksikan bagian kurban. Misal perjanjian dengan penyembelih, "biaya penyembelihan dan pengurusan 50 ribu, tetapi jika kulit untuk saya maka 30 ribu saja". Transaksi itu secara implisit menunjukkan bahwa kulit dijual seharga 20 rb. Berbeda jika panitia masjid yang melakukan transaksi tsb dan sudah disepakati kulit untuk masjid, setelah menetapkan biaya pengurusan 50 ribu per kambing kemudian ia membuat transaksi dengan penyembelih, "biaya penyembelihan dan pengurusan 50 ribu, tetapi jika kulit untuk saya maka 30 ribu saja", karena disitu masjid/panitia lah yang menjual kulitnya.
Beberapa pengurban juga salah kaprah dengan hanya menyerahkan hewan kurban saja ke masjid tanpa membayar biaya pengurusan. Meskipun akhirnya penyembelihan dilakukan atas biaya panitia dan panitia mendapat ganti dari menjual kulit, maka yang terjadi sesungguhnya adalah pengurban menjual kulit melalui panitia tersebut untuk menutupi biaya potong. Karena itu perlu difahami bahwa kurban tidak hanya menyediakan hewan, tetapi termasuk juga membayar biaya pengurusan dalam hal ia tidak menyembelih/mengurusnya sendiri.
(Dikutip dengan perubahan seperlunya dari milis khusus anggota IMAN)
Artikel ini dipersembahkan oleh Unit Knowledge Management AL-IMAN (www.fajarilmu.net)
0 Response to "Menjual Kulit Kambing/Sapi Qurban"
Posting Komentar