Menggunakan Cacing Sebagai Obat
1. Bagaimanakah hukum menggunakan cacing sebagai obat?
2. Hal-hal apa saja yang menjadikan hewan/barang itu dihukumi haram? Apakah ditinjau dari menjijikkan, atau yang lainnya?
3. Sifat menjijikkan itu sebenarnya ditinjau dari kita pribadi atau umat muslim secara keseluruhan?
Syukron Katsir
(Ochidbagus, 17 Agustus 2009)
Jawaban Ustadz Ichsan Nafarin
1. Tentang cacing ini telah ada fatwa dari MUI, saya kutipkan dari halalguide.info (kutipan ada di bawah artikel ini - red), sebagai bahan pemikiran juga bagi kita semua.
2. Tentang hukum dalam madzhab Syafi’i tentang makanan bisa diringkaskan sebagai berikut
Kriteria umum haramnya sesuatu untuk konsumsi :
1. Najis, misal anjing, babi, khamr, kotoran, kencing, dll
2. Membahayakan, misal kaca, silet, paku, bensin, racun, dll.
3. Menjijikkan, misal kotoran, makanan busuk, ludah, mani, dll.
Ketiga kriteria ini hanya najis yang sifatnya mutlak, sedangkan kriteria lainnya bersifat subyektif. Mayoritas ulama tetap memberlakukan kriteria 2 dan 3 secara umum dengan memakai urf (standar umum) sebagai patokan obyektifitas dalam menilai bahaya atau menjijikkan. Jadi jika secara umum sesuatu dikatakan menjijikkan maka dikategorikan haram dikonsumsi.
Untuk binatang, dibedakan menurut tempat hidupnya. Hewan laut semua halal, hewan di 2 alam semua haram, hewan darat dibagi dalam berbagai kriteria. Kriteria binatang darat diharamkan :
1. Punya taring sebagai senjata/alat utama dalam makan/memangsa. (Singa, macan, dll)
2. Berburu dengan cakarnya, misal burung merak, elang, burung hantu. Dikecualikan burung pemakan biji-bijian yang berburu bijian dengan cakarnya.
3. Hidup ditempat kotor, misal lalat, keledai rumahan, kecoak.
4. Hewan najis atau peranakannya atau peranakan salah satunya. Anjing, babi, dan keturunannya
5. Peranakan turunan hewan yang haram dimakan, misal bighal (silangan kuda dan keledai)
6. Diperintahkan dibunuh, gagak hitam, ular, cicak, kelabang, dsb.
7. Dilarang dibunuh, semut, kucing, laba2, dll
8. Dapat hidup juga di air (2 alam), spt kura-kura, kodok, buaya.
Dengan menggabungkan kriteria Fiqh Syafii dan MUI, saya memandang memakan cacing sebagai makanan adalah berlebihan dan haram karena saya tetap jijik dengan cacing, tetapi sebagai obat bisa diterima apalagi bentuknya tidak lagi menjijikkan (kapsul).
Jawaban dari Dr.H.M.Dawud Arif Khan
Alhamdulillah, saya mau menambahkan sedikit.
Dalam madzhab Syafi'i cacing masuk kategori haram, paling tidak dari 2 segi:
1. Menjijikkan
2. Bagi yang membolehkan terdapat kendala, yaitu bahwa bangkai yang halal hanyalah ikan dan belalang. Adapun cacing bila mati maka ia termasuk kategori bangkai, sehingga haram. (Al-Maidah ayat 3).
Untuk menjadi halal, setiap binatang selain ikan dan belalang harus melalui proses penyembelihan, sedangkan cacing tidak punya leher untuk disembelih, maka ia tetap haram.
Ada pun sebagian fatwa dalam madzhab Maliki menghalalkan cacing untuk tujuan pengobatan, tanpa memandang proses kematian cacing tersebut harus lewat sembelihan atau tidak.
Kalau saya lebih memilih untuk mencari obat yang lain dulu, selagi ada. Bila tak ada lagi, maka ada hukum adh-dharurat tubihul makhdhurat (darurat itu membolehkan yang tadinya dilarang).
Wa Allah A'lam
Pertanyaan Zawawi
Nambah pertanyaan berkaitan dengan "Hewan laut semua halal"
Berarti cacing yang di laut seperti cacing wawo dan palolo (sulawesi), boleh (halal) ya pak? Atau tetap harus dimatchkan dengan kriteria menjijikan tadi? Mohon penjelasannya.Terima kasih
Jawaban Ustadz Ichsan Nafarin
Kriteria di binatang adalah kriteria khusus, tentu harus memenuhi kriteria umum dulu. Jika binatang laut tsb najis, berbahaya, menjijikkan tentu haram dikonsumsi.
Jawaban Dr.H.M.Dawud Arif Khan
Alhamdulillah. Saya sendiri lebih memilih bahwa seluruh bangkai binatang laut itu halal, sebagaimana dzohir hadits. Bila ada orang yang jijik terhadap sesuatu, maka tentu ia tidak akan memakannya. Itu membuatnya haram bagi dirinya, tidak untuk orang lain.
Wa Allah A'lam
---------------------------------------------
Kutipan dari halalguide.info
Makan Dan Budidaya Cacing Dan Jangkrik
Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor: Kep-139/MUI/IV /2000 Tentang Makan Dan Budidaya Cacing Dan Jangkrik Majelis Ulama Indonesia, setelah :
Menimbang:
- Bahwa budidaya cacing dan jangkrik kini banyak dilakukan orang, baik untuk makanan (pakan) hewan tertentu, obat-obatan, jamu dan kosmetik, maupun untuk dikonsumsi (dimakan orang).
- Bahwa masyarakat memerlukan penjelasan tentang hukum membudidayakan, makan, dan memanfaat-kan kedua jenis binatang tersebut.
- Bahwa oleh karena itu, Majelis Ulama Indonesia memandang perlu menetapkan fatwa tentang membudidayakan, makan, dan memanfaatkan kedua jenis binatang tersebut untuk dijadikan pedoman oleh masyarakat.
Memperhatikan:
1.Makalah Budidaya Cacing dan Jangkrik dalam Kajian Fiqh yang dipresentasikan oleh Dr. KH. Ahmad Munif, pada sidang Komisi Fatwa MUI, tanggal.
2.Pandangan ahli budidaya cacing dan jangkrik yang disampaikan pada sidang Komisi Fatwa MUI, tanggal.
3.Pandangan peserta sidang Komisi Fatwa MUI
Mengingat :
1. Firman Allah SWT: “Allah-lah yang menjadikan semua yang ada di bumi untuk kamu sekalian” (QS. al-Baqarah [2]: 29).
“Allah menundukkan untukmu semua yang ada di langit dan di bumi (sebagai rahmat) dari-Nya” (QS, al-Jasiyah: 13)·
“Tidakkah kamu memperhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan) mu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan menyempurnakan untukmu ni’mat-Nya lahir dan batin” (QS. Luqman: 20).
2. Hadist Nabi SAW : “Apa-apa yang dihalalkan oleh Allah dalam kitabNya (al-Qur’an) adalah halal, apa-apa yang diharamkan-Nya, hukumnya haram, dan apa-apa yang Allah diamkan / tidak dijelaskan hukumnya, dimaafkan. Untuk itu terimalah pemaafan-Nya, sebab Allah tidak pernah lupa tentang sesuatu apa pun” (HR. Al-Hakim).
“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban, maka janganlah kamu sia-siakan, menentukan beberapa ketentuan, janganlah kamu langgar, mengharamkan beberapa hal, janganlah kamu rusak; dan Allah tidak menjelaskan hukum beberapa hal karena kasih sayang kepadamu, bukan karena lupa, janganlah kamu cari-cari hukumnya.” (HR. Turmuzi dan Ibn Majah)
3. Kaidah fiqh : “Pada dasarnya segala sesuatu yang bermanfaat adalah mubah / harus.
MEMUTUSKAN
Menetapkan: Fatwa Tentang Makan dan Budidaya Cacing dan Jangrik
Pertama : Hukum yang berkaitan dengan cacing.
Kedua : Hukum yang berkaitan dengan jangkrik.
Ketiga : Keputusan ini berlaku sejak tanggal 18 April 2000
Ketua Komisi Fatwa : Prof KH. Ibrahim Hosen
Sekretaris Umum : Drs. Hasanudin, M.Ag
(Dikutip dengan perubahan seperlunya dari milis khusus anggota IMAN)
2. Hal-hal apa saja yang menjadikan hewan/barang itu dihukumi haram? Apakah ditinjau dari menjijikkan, atau yang lainnya?
3. Sifat menjijikkan itu sebenarnya ditinjau dari kita pribadi atau umat muslim secara keseluruhan?
Syukron Katsir
(Ochidbagus, 17 Agustus 2009)
Jawaban Ustadz Ichsan Nafarin
1. Tentang cacing ini telah ada fatwa dari MUI, saya kutipkan dari halalguide.info (kutipan ada di bawah artikel ini - red), sebagai bahan pemikiran juga bagi kita semua.
2. Tentang hukum dalam madzhab Syafi’i tentang makanan bisa diringkaskan sebagai berikut
Kriteria umum haramnya sesuatu untuk konsumsi :
1. Najis, misal anjing, babi, khamr, kotoran, kencing, dll
2. Membahayakan, misal kaca, silet, paku, bensin, racun, dll.
3. Menjijikkan, misal kotoran, makanan busuk, ludah, mani, dll.
Ketiga kriteria ini hanya najis yang sifatnya mutlak, sedangkan kriteria lainnya bersifat subyektif. Mayoritas ulama tetap memberlakukan kriteria 2 dan 3 secara umum dengan memakai urf (standar umum) sebagai patokan obyektifitas dalam menilai bahaya atau menjijikkan. Jadi jika secara umum sesuatu dikatakan menjijikkan maka dikategorikan haram dikonsumsi.
Untuk binatang, dibedakan menurut tempat hidupnya. Hewan laut semua halal, hewan di 2 alam semua haram, hewan darat dibagi dalam berbagai kriteria. Kriteria binatang darat diharamkan :
1. Punya taring sebagai senjata/alat utama dalam makan/memangsa. (Singa, macan, dll)
2. Berburu dengan cakarnya, misal burung merak, elang, burung hantu. Dikecualikan burung pemakan biji-bijian yang berburu bijian dengan cakarnya.
3. Hidup ditempat kotor, misal lalat, keledai rumahan, kecoak.
4. Hewan najis atau peranakannya atau peranakan salah satunya. Anjing, babi, dan keturunannya
5. Peranakan turunan hewan yang haram dimakan, misal bighal (silangan kuda dan keledai)
6. Diperintahkan dibunuh, gagak hitam, ular, cicak, kelabang, dsb.
7. Dilarang dibunuh, semut, kucing, laba2, dll
8. Dapat hidup juga di air (2 alam), spt kura-kura, kodok, buaya.
Dengan menggabungkan kriteria Fiqh Syafii dan MUI, saya memandang memakan cacing sebagai makanan adalah berlebihan dan haram karena saya tetap jijik dengan cacing, tetapi sebagai obat bisa diterima apalagi bentuknya tidak lagi menjijikkan (kapsul).
Jawaban dari Dr.H.M.Dawud Arif Khan
Alhamdulillah, saya mau menambahkan sedikit.
Dalam madzhab Syafi'i cacing masuk kategori haram, paling tidak dari 2 segi:
1. Menjijikkan
2. Bagi yang membolehkan terdapat kendala, yaitu bahwa bangkai yang halal hanyalah ikan dan belalang. Adapun cacing bila mati maka ia termasuk kategori bangkai, sehingga haram. (Al-Maidah ayat 3).
Untuk menjadi halal, setiap binatang selain ikan dan belalang harus melalui proses penyembelihan, sedangkan cacing tidak punya leher untuk disembelih, maka ia tetap haram.
Ada pun sebagian fatwa dalam madzhab Maliki menghalalkan cacing untuk tujuan pengobatan, tanpa memandang proses kematian cacing tersebut harus lewat sembelihan atau tidak.
Kalau saya lebih memilih untuk mencari obat yang lain dulu, selagi ada. Bila tak ada lagi, maka ada hukum adh-dharurat tubihul makhdhurat (darurat itu membolehkan yang tadinya dilarang).
Wa Allah A'lam
Pertanyaan Zawawi
Nambah pertanyaan berkaitan dengan "Hewan laut semua halal"
Berarti cacing yang di laut seperti cacing wawo dan palolo (sulawesi), boleh (halal) ya pak? Atau tetap harus dimatchkan dengan kriteria menjijikan tadi? Mohon penjelasannya.Terima kasih
Jawaban Ustadz Ichsan Nafarin
Kriteria di binatang adalah kriteria khusus, tentu harus memenuhi kriteria umum dulu. Jika binatang laut tsb najis, berbahaya, menjijikkan tentu haram dikonsumsi.
Jawaban Dr.H.M.Dawud Arif Khan
Alhamdulillah. Saya sendiri lebih memilih bahwa seluruh bangkai binatang laut itu halal, sebagaimana dzohir hadits. Bila ada orang yang jijik terhadap sesuatu, maka tentu ia tidak akan memakannya. Itu membuatnya haram bagi dirinya, tidak untuk orang lain.
Wa Allah A'lam
---------------------------------------------
Kutipan dari halalguide.info
Makan Dan Budidaya Cacing Dan Jangkrik
Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor: Kep-139/MUI/IV /2000 Tentang Makan Dan Budidaya Cacing Dan Jangkrik Majelis Ulama Indonesia, setelah :
Menimbang:
- Bahwa budidaya cacing dan jangkrik kini banyak dilakukan orang, baik untuk makanan (pakan) hewan tertentu, obat-obatan, jamu dan kosmetik, maupun untuk dikonsumsi (dimakan orang).
- Bahwa masyarakat memerlukan penjelasan tentang hukum membudidayakan, makan, dan memanfaat-kan kedua jenis binatang tersebut.
- Bahwa oleh karena itu, Majelis Ulama Indonesia memandang perlu menetapkan fatwa tentang membudidayakan, makan, dan memanfaatkan kedua jenis binatang tersebut untuk dijadikan pedoman oleh masyarakat.
Memperhatikan:
1.Makalah Budidaya Cacing dan Jangkrik dalam Kajian Fiqh yang dipresentasikan oleh Dr. KH. Ahmad Munif, pada sidang Komisi Fatwa MUI, tanggal.
2.Pandangan ahli budidaya cacing dan jangkrik yang disampaikan pada sidang Komisi Fatwa MUI, tanggal.
3.Pandangan peserta sidang Komisi Fatwa MUI
Mengingat :
1. Firman Allah SWT: “Allah-lah yang menjadikan semua yang ada di bumi untuk kamu sekalian” (QS. al-Baqarah [2]: 29).
“Allah menundukkan untukmu semua yang ada di langit dan di bumi (sebagai rahmat) dari-Nya” (QS, al-Jasiyah: 13)·
“Tidakkah kamu memperhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan) mu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan menyempurnakan untukmu ni’mat-Nya lahir dan batin” (QS. Luqman: 20).
2. Hadist Nabi SAW : “Apa-apa yang dihalalkan oleh Allah dalam kitabNya (al-Qur’an) adalah halal, apa-apa yang diharamkan-Nya, hukumnya haram, dan apa-apa yang Allah diamkan / tidak dijelaskan hukumnya, dimaafkan. Untuk itu terimalah pemaafan-Nya, sebab Allah tidak pernah lupa tentang sesuatu apa pun” (HR. Al-Hakim).
“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban, maka janganlah kamu sia-siakan, menentukan beberapa ketentuan, janganlah kamu langgar, mengharamkan beberapa hal, janganlah kamu rusak; dan Allah tidak menjelaskan hukum beberapa hal karena kasih sayang kepadamu, bukan karena lupa, janganlah kamu cari-cari hukumnya.” (HR. Turmuzi dan Ibn Majah)
3. Kaidah fiqh : “Pada dasarnya segala sesuatu yang bermanfaat adalah mubah / harus.
MEMUTUSKAN
Menetapkan: Fatwa Tentang Makan dan Budidaya Cacing dan Jangrik
Pertama : Hukum yang berkaitan dengan cacing.
- Cacing adalah salah satu jenis hewan yang masuk ke dalam kategori Al-Easyarat
- Membenarkan adanya pendapat ulama (Imam Malik, Ibn Abi Laila dan al-Auza’i) yang menghalalkan memakan cacing sepanjang bermanfaat dan tidak membahayakan dan pendapat ulama yang mengharamkan memakannya.
- Membudidayakan cacing untuk diambil manfaatnya, tidak untuk dimakan, tidak bertentangan dengan hukum Islam.
- Membudidayakan cacing untuk diambil sendiri manfaatnya, untuk pakan burung misalnya, tidak untuk dimakan atau dijual, hukumnya boleh (mubah).
Kedua : Hukum yang berkaitan dengan jangkrik.
- Jangkrik adalah binatang serangga yang sejenis dengan belalang.
- Membudidayakan jangkrik untuk diambil manfaatnya, untuk obat/kosmetik misalnya, untuk dimakan atau dijual, hukumnya adalah boleh (mubah, halal), sepanjang tidak menimbulkan bahaya (mudarat).
Ketiga : Keputusan ini berlaku sejak tanggal 18 April 2000
Ketua Komisi Fatwa : Prof KH. Ibrahim Hosen
Sekretaris Umum : Drs. Hasanudin, M.Ag
(Dikutip dengan perubahan seperlunya dari milis khusus anggota IMAN)
Artikel ini dipersembahkan oleh Unit Knowledge Management AL-IMAN (www.fajarilmu.net)
0 Response to "Menggunakan Cacing Sebagai Obat"
Posting Komentar