Perihal Hadiah Pahala Untuk Orang Lain
Alhamdulillah, kembali ke istri Nabi Muhammad SAW yang ketiga, yang termuda, dan satu-satunya yang dinikahi Nabi SAW dalam keadaan masih gadis, yaitu Sayyidah 'Aisyah r.anha.
Banyak sekali para shahabat dan tabi'in yang belajar dan mengambil ilmu dari beliau, karena memang beliau terkenal sangat cerdas, kuat hafalannya, alim, dan banyak tahu tentang ajaran Islam.
Salah satu hadits yang diriwayatkan oleh beliau adalah kisah seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW dan berkata: “Ibu saya tiba-tiba meninggal dunia. Saya berpikiran bahwa kalau dia sempat berbicara, tentu ia akan bersedekah. Apakah ia akan mendapat pahala kalau aku bersedekah untuknya?” Nabi SAW menjawab: “Ya.” (HR Imam Muslim)
Hadits senada diriwayatkan juga oleh Sayyidinaa Abdullah Ibn Abbas, ada seorang laki-laki bertanya: “Ya, Rasulallah, ibuku telah meninggal, apakah bermanfaat baginya apabila aku bersedekah untuknya?” Nabi SAW menjawab: “Ya.” Laki-laki itu berkata: “Sesungguhnya saya mempunyai sebidang kebun, maka persaksikan bahwa aku menyedekahkannya untuk Ibuku.” (HR Imam Tirmidzi)
Imam Nawawi mengomentari hadits dari 'Aisyah di atas sebagai berikut: “Di dalam hadits ini dinyatakan bahwa boleh bersedekah menggantikan mayyit (orang yang sudah meninggal), bahkan dianjurkan. Pahala sedekah akan sampai kepada si mayyit dan berfaedah pula bagi yang bersedekah. Hal ini sudah menjadi fatwa ijma’ (yang disepakati).” (Syarah Shahih Muslim Juz IX)
Menghadiahkan pahala dan juga kemungkinan memperoleh pahala dari amalan orang lain adalah salah satu keistimewaan yang diberikan oleh Allah SWT kepada umat Nabi Muhammad SAW. Hal itu diuraikan oleh Syaikh ‘Alauddin Ali bin Muhammad Al-Baghdadi, penyusun Kitab Tafsir Al-Khazin, dalam menafsirkan Surah an-Najm ayat 36-39:
“Ataukah belum diberitakan kepadanya apa yang ada dalam lembaran-lembaran Musa? Dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji? (yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.”
Beliau (Syaikh Alauddin) berkata, "Adalah yang demikian itu untuk kaum Ibrahim dan Musa, adapun bagi ummat ini (ummat Muhammad SAW) maka mereka mendapat pahala dari usahanya dan bisa mendapat pahala dari usaha orang lain." (Lihat Tafsir Khazin Juz VI)
Sedangkan Sayyidinaa Abdullah Ibn Abbas menjelaskan mengenai rangkaian ayat Surah an-Najm di atas, "“Ayat ini hukumnya telah dinasakh (dibatalkan) dalam syariat ini dengan firman Allah SWT ‘Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka’ (Ath-Thuur ayat 21), maka dimasukkan anak ke dalam surga dengan kebaikan yang diperbuat bapaknya.” Wa Allah A'lam.
Allah SWT berfirman dalam surah Ath-Thuur ayat 21: "Dan orang-oranng yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya."
Umat Nabi Muhammad SAW mendapatkan keistimewaan yang banyak, salah satu di antaranya adalah masalah hadiah pahala ini. Hal ini tidak bertentangan dengan Hadits berikut, bahwa Nabi SAW bersabda: "Ketika anak Adam meninggal dunia, terputuslah amalnya, kecuali tiga hal, yaitu Shadaqah Jariyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakannya." (HR Imam Bukhari dan Muslim)
Dalam Hadits tersebut disebutkan bahwa yang terputus adalah amalnya, bukan amal orang lain untuknya. Perhatikan bahwa Shadaqah Jariyah adalah amalnya sendiri, ilmu yang bermanfaat juga amalnya sendiri, dan anak shalih adalah juga hasil didikannya atau upayanya dalam memberikan pendidikan untuk anaknya, sehingga menjadi orang yang baik dan bisa mendoakan orang tuanya. Semua itu bicara tentang amalnya sendiri, bukan amal orang lain. Adapun bahwa amal orang lain bisa bermanfaat bagi diri seorang mukmin, maka ada banyak dalil yang menunjukkan hal itu, baik dari al-Quran maupun Hadits Nabi SAW. Wa Allah A'lam.
Allah SWT berfirman dalam Surah al-Hasyr ayat 10: "Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (setelah generasi Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang"."
Dari Ibnu Abbas RA, bahwasannya Nabi SAW mendengar seorang laki-laki berkata: “Labbaik ‘an Syubrumah” (Saya perkenankan seruanmu – wahai Tuhan – untuk mengganti Syubrumah). Nabi SAW bertanya: “Siapa Syubrumah?” Ia menjawab: Saudaraku (karibku). Nabi SAW bertanya: “Apakah kamu sudah berhaji untuk dirimu?” Ia menjawab: “Belum.” Nabi SAW bersabda: “Hajilah untukmu, baru setelah itu berhajilah untuk Syubrumah.” (HR Abu Dawud)
Hadits Syubrumah ini sangat populer dan menjadi dasar yang memperkuat dua hadits di atas, bahwa seseorang dapat saja memperoleh pahala yang diupayakan (diberikan) oleh orang lain, sepanjang mendapat perkenan dari Allah SWT. PERHATIKAN juga contoh yang ditunjukkan oleh Rasulullah SAW berikut ini:
Rasulullah SAW ketika berkorban dua ekor Kibas putih, beliau melafadzkan: “Bismillaah, yaa Allah, terimalah (korban) dari Muhammad, dari keluarga Muhammad, dan dari ummat Muhammad.” Kemudian beliau sembelih. (HR Imam Muslim)
Nash ini menggambarkan dengan gamblang bahwa Nabi berkorban Kibas, di mana pahalanya diperuntukkan juga bagi keluarga dan ummat beliau.
Dari Hanasy, bahwasanya Ali Kwh. berkorban dua ekor Kibas, satu (pahalanya) diperuntukkan bagi Nabi SAW, sedang satunya untuk beliau sendiri. Hal tersebut dipertanyakan kepada beliau. Ali Kwh. menjawab: “Demikianlah aku diperintah oleh Rasulullah SAW, maka aku tak pernah meninggalkan hal itu.” (HR Imam Tirmidzi)
Berdasarkan ayat al-Quran dan hadits-hadits di atas, maka sangat jelas tentang bolehnya menghadiahkan pahala untuk orang lain. Sedangkan apakah pahala itu nanti akan sampai atau tidak, maka terserah kepada Allah SWT, karena itu perlu dimohonkan kepada-Nya agar dapat disampaikan. Sebagaimana orang beribadah, apakah pahalanya dapat diterima atau tidak, juga terserah kepada Allah SWT. Wa Allah A'lam.
Dikutip dari Pengajian WA oleh Dr.K.H.M.Dawud Arif Khan tanggal 6 Agustus 2017
Banyak sekali para shahabat dan tabi'in yang belajar dan mengambil ilmu dari beliau, karena memang beliau terkenal sangat cerdas, kuat hafalannya, alim, dan banyak tahu tentang ajaran Islam.
Salah satu hadits yang diriwayatkan oleh beliau adalah kisah seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW dan berkata: “Ibu saya tiba-tiba meninggal dunia. Saya berpikiran bahwa kalau dia sempat berbicara, tentu ia akan bersedekah. Apakah ia akan mendapat pahala kalau aku bersedekah untuknya?” Nabi SAW menjawab: “Ya.” (HR Imam Muslim)
Hadits senada diriwayatkan juga oleh Sayyidinaa Abdullah Ibn Abbas, ada seorang laki-laki bertanya: “Ya, Rasulallah, ibuku telah meninggal, apakah bermanfaat baginya apabila aku bersedekah untuknya?” Nabi SAW menjawab: “Ya.” Laki-laki itu berkata: “Sesungguhnya saya mempunyai sebidang kebun, maka persaksikan bahwa aku menyedekahkannya untuk Ibuku.” (HR Imam Tirmidzi)
Imam Nawawi mengomentari hadits dari 'Aisyah di atas sebagai berikut: “Di dalam hadits ini dinyatakan bahwa boleh bersedekah menggantikan mayyit (orang yang sudah meninggal), bahkan dianjurkan. Pahala sedekah akan sampai kepada si mayyit dan berfaedah pula bagi yang bersedekah. Hal ini sudah menjadi fatwa ijma’ (yang disepakati).” (Syarah Shahih Muslim Juz IX)
Menghadiahkan pahala dan juga kemungkinan memperoleh pahala dari amalan orang lain adalah salah satu keistimewaan yang diberikan oleh Allah SWT kepada umat Nabi Muhammad SAW. Hal itu diuraikan oleh Syaikh ‘Alauddin Ali bin Muhammad Al-Baghdadi, penyusun Kitab Tafsir Al-Khazin, dalam menafsirkan Surah an-Najm ayat 36-39:
“Ataukah belum diberitakan kepadanya apa yang ada dalam lembaran-lembaran Musa? Dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji? (yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.”
Beliau (Syaikh Alauddin) berkata, "Adalah yang demikian itu untuk kaum Ibrahim dan Musa, adapun bagi ummat ini (ummat Muhammad SAW) maka mereka mendapat pahala dari usahanya dan bisa mendapat pahala dari usaha orang lain." (Lihat Tafsir Khazin Juz VI)
Sedangkan Sayyidinaa Abdullah Ibn Abbas menjelaskan mengenai rangkaian ayat Surah an-Najm di atas, "“Ayat ini hukumnya telah dinasakh (dibatalkan) dalam syariat ini dengan firman Allah SWT ‘Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka’ (Ath-Thuur ayat 21), maka dimasukkan anak ke dalam surga dengan kebaikan yang diperbuat bapaknya.” Wa Allah A'lam.
Allah SWT berfirman dalam surah Ath-Thuur ayat 21: "Dan orang-oranng yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya."
Umat Nabi Muhammad SAW mendapatkan keistimewaan yang banyak, salah satu di antaranya adalah masalah hadiah pahala ini. Hal ini tidak bertentangan dengan Hadits berikut, bahwa Nabi SAW bersabda: "Ketika anak Adam meninggal dunia, terputuslah amalnya, kecuali tiga hal, yaitu Shadaqah Jariyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakannya." (HR Imam Bukhari dan Muslim)
Dalam Hadits tersebut disebutkan bahwa yang terputus adalah amalnya, bukan amal orang lain untuknya. Perhatikan bahwa Shadaqah Jariyah adalah amalnya sendiri, ilmu yang bermanfaat juga amalnya sendiri, dan anak shalih adalah juga hasil didikannya atau upayanya dalam memberikan pendidikan untuk anaknya, sehingga menjadi orang yang baik dan bisa mendoakan orang tuanya. Semua itu bicara tentang amalnya sendiri, bukan amal orang lain. Adapun bahwa amal orang lain bisa bermanfaat bagi diri seorang mukmin, maka ada banyak dalil yang menunjukkan hal itu, baik dari al-Quran maupun Hadits Nabi SAW. Wa Allah A'lam.
Allah SWT berfirman dalam Surah al-Hasyr ayat 10: "Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (setelah generasi Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang"."
Dari Ibnu Abbas RA, bahwasannya Nabi SAW mendengar seorang laki-laki berkata: “Labbaik ‘an Syubrumah” (Saya perkenankan seruanmu – wahai Tuhan – untuk mengganti Syubrumah). Nabi SAW bertanya: “Siapa Syubrumah?” Ia menjawab: Saudaraku (karibku). Nabi SAW bertanya: “Apakah kamu sudah berhaji untuk dirimu?” Ia menjawab: “Belum.” Nabi SAW bersabda: “Hajilah untukmu, baru setelah itu berhajilah untuk Syubrumah.” (HR Abu Dawud)
Hadits Syubrumah ini sangat populer dan menjadi dasar yang memperkuat dua hadits di atas, bahwa seseorang dapat saja memperoleh pahala yang diupayakan (diberikan) oleh orang lain, sepanjang mendapat perkenan dari Allah SWT. PERHATIKAN juga contoh yang ditunjukkan oleh Rasulullah SAW berikut ini:
Rasulullah SAW ketika berkorban dua ekor Kibas putih, beliau melafadzkan: “Bismillaah, yaa Allah, terimalah (korban) dari Muhammad, dari keluarga Muhammad, dan dari ummat Muhammad.” Kemudian beliau sembelih. (HR Imam Muslim)
Nash ini menggambarkan dengan gamblang bahwa Nabi berkorban Kibas, di mana pahalanya diperuntukkan juga bagi keluarga dan ummat beliau.
Dari Hanasy, bahwasanya Ali Kwh. berkorban dua ekor Kibas, satu (pahalanya) diperuntukkan bagi Nabi SAW, sedang satunya untuk beliau sendiri. Hal tersebut dipertanyakan kepada beliau. Ali Kwh. menjawab: “Demikianlah aku diperintah oleh Rasulullah SAW, maka aku tak pernah meninggalkan hal itu.” (HR Imam Tirmidzi)
Berdasarkan ayat al-Quran dan hadits-hadits di atas, maka sangat jelas tentang bolehnya menghadiahkan pahala untuk orang lain. Sedangkan apakah pahala itu nanti akan sampai atau tidak, maka terserah kepada Allah SWT, karena itu perlu dimohonkan kepada-Nya agar dapat disampaikan. Sebagaimana orang beribadah, apakah pahalanya dapat diterima atau tidak, juga terserah kepada Allah SWT. Wa Allah A'lam.
Dikutip dari Pengajian WA oleh Dr.K.H.M.Dawud Arif Khan tanggal 6 Agustus 2017
Artikel ini dipersembahkan oleh Unit Knowledge Management AL-IMAN (www.fajarilmu.net)
0 Response to "Perihal Hadiah Pahala Untuk Orang Lain"
Posting Komentar