Najiskah Bersalaman dengan Orang Yang Memiliki Anjing?
Assalamualaikum.
Nuwun sewu mau tanya.
Semisal ada teman yang punya anjing. Saya bertamu ke rumahnya, lalu dia memindahkan anjingnya ke dalam rumah. Kemudian, saya berjabat tangan dengan teman saya itu. Apakah tangan saya terkena najis?
(Abdullah, 6 September 2017)
Jawaban dari Ustadz Ichsan Nafarin
Media penular najis salah satunya adalah basah. Ketika tuan rumah berjabat tangan dengan kita dalam keadaan kering dan tangan kita pun kering maka tidak ada penularan najis.
Jadi jika pemilik anjing memegang anjing dalam kondisi anjingnya basah, atau tangannya basah, atau bagian yang dipegang adalah bagian basah semisal mulut maka tangan pemilik anjing menjadi najis.
Setelahnya, jika saat jabat tangan juga ada basahan entah tangan pemilik anjing yang basah atau tangan kita basah maka tangan kita pun menjadi najis.
Jika tidak ada basahan yang terlibat maka kenajisan tidak berpindah kecuali memang ainunnajasah (fisik najis)-nya berpindah.
Pertanyaan lanjutan dari anggota grup WA
Jadi kita berpikiran bahwa apabila tangan pemilik anjing basah dipastikan kena najis nggih, Kyai? Walaupun kita tidak melihat pemilik anjing memegang/menyentuh anjingnya.
Jawaban dari Ustadz Ichsan Nafarin
Kenajisan membutuhkan keyakinan iltiqaunnajasah (pertemuan najis), kalau tak melihat memegang anjingnya dalam kondisi ada basahan ya nggak bisa dihukumi najis.
Pertanyaan lanjutan dari anggota grup WA
Kalau begini pak....dalam kesehariannya si pemilik pasti pernah memegang anjing dalam kondisi basah dan bisa jadi memegang pintu dalam kondisi najis. Apakah bisa diyakini bahwa barang-barang yang setiap hari disentuh pemilik itu belum disucikan dari najis itu ketika tangan pemilik basah itu bisa dipastikan najis?
Jawaban dari Ustadz Ichsan Nafarin
Kalau tidak meyakini pertemuan najis tetap dihukumi sesuai asalnya. Tak cukup dugaan-dugaan saja.
Pertanyaan lain dari anggota grup WA
Terima kasih, Pak Kyai. Tanya lagi, misal kita menghilangkan dzatiyyah najis di lantai tapi belum disiram air. Apabila lantai tersebut terinjak kaki kita yang basah, apakah menjadikan kaki kita terkena najis?
Jawaban dari Ustadz Ichsan Nafarin
Iya, hukumnya najis hukmiyyah. Tapi apakah ma'fu atau tidak kurang faham saya. Hanya menurut saya layak disamakan dengan tanah jalanan yang dima'fu meski diyakini najis
Pertanyaan lain dari anggota grup WA
Berarti untuk hal menentukan Kenajisan dibutuhkan yaqin (yakin). Sementara itu, untuk menentukan kesucian (misal: membilas baju cucian) cukup dengan dhonn (dugaan). Mohon dijelaskan perbedaan dan kadar penggunaan yaqin dan dhonn ini karena dalam beberapa hal lain kita juga dituntun menyikapinya menggunakan 2 (dua) kata tersebut..
Jawaban dari Ustadz Ichsan Nafarin
Ya tepat sekali. Dalam konteks fiqh memang tidak ada kuantifikasi yang kaku tentang yaqin dan dhonn ini, dan pada prakteknya yang namanya yaqin tidak harus 100% menggunakan bukti fisik (mata melihat sendiri) dan dhonn juga harus disertai tingkat keyakinan yang cukup.
Misalnya untuk memperoleh yaqin, tidak harus kita melihat sendiri. Perkataan orang yang berjumlah mutawatir atau orang yang sangat terpercaya bisa membawa pada level yaqin. Demikian pula bukti empiris melalui riset dan semacamnya.
Dhonn juga harus didukung fakta keyakinan, misal saat mencuci baju tidak sekedar kita duga sudah rata airnya tapi kita harus meyakini bahwa kita sudah meratakan air, hanya saja apakah benar-benar rata cukup dengan dhonn.
(Dikutip dengan perubahan seperlunya dari WA khusus anggota IMAN, tanggal 6 dan 7 September 2017)
Nuwun sewu mau tanya.
Semisal ada teman yang punya anjing. Saya bertamu ke rumahnya, lalu dia memindahkan anjingnya ke dalam rumah. Kemudian, saya berjabat tangan dengan teman saya itu. Apakah tangan saya terkena najis?
(Abdullah, 6 September 2017)
Jawaban dari Ustadz Ichsan Nafarin
Media penular najis salah satunya adalah basah. Ketika tuan rumah berjabat tangan dengan kita dalam keadaan kering dan tangan kita pun kering maka tidak ada penularan najis.
Jadi jika pemilik anjing memegang anjing dalam kondisi anjingnya basah, atau tangannya basah, atau bagian yang dipegang adalah bagian basah semisal mulut maka tangan pemilik anjing menjadi najis.
Setelahnya, jika saat jabat tangan juga ada basahan entah tangan pemilik anjing yang basah atau tangan kita basah maka tangan kita pun menjadi najis.
Jika tidak ada basahan yang terlibat maka kenajisan tidak berpindah kecuali memang ainunnajasah (fisik najis)-nya berpindah.
Pertanyaan lanjutan dari anggota grup WA
Jadi kita berpikiran bahwa apabila tangan pemilik anjing basah dipastikan kena najis nggih, Kyai? Walaupun kita tidak melihat pemilik anjing memegang/menyentuh anjingnya.
Jawaban dari Ustadz Ichsan Nafarin
Kenajisan membutuhkan keyakinan iltiqaunnajasah (pertemuan najis), kalau tak melihat memegang anjingnya dalam kondisi ada basahan ya nggak bisa dihukumi najis.
Pertanyaan lanjutan dari anggota grup WA
Kalau begini pak....dalam kesehariannya si pemilik pasti pernah memegang anjing dalam kondisi basah dan bisa jadi memegang pintu dalam kondisi najis. Apakah bisa diyakini bahwa barang-barang yang setiap hari disentuh pemilik itu belum disucikan dari najis itu ketika tangan pemilik basah itu bisa dipastikan najis?
Jawaban dari Ustadz Ichsan Nafarin
Kalau tidak meyakini pertemuan najis tetap dihukumi sesuai asalnya. Tak cukup dugaan-dugaan saja.
Pertanyaan lain dari anggota grup WA
Terima kasih, Pak Kyai. Tanya lagi, misal kita menghilangkan dzatiyyah najis di lantai tapi belum disiram air. Apabila lantai tersebut terinjak kaki kita yang basah, apakah menjadikan kaki kita terkena najis?
Jawaban dari Ustadz Ichsan Nafarin
Iya, hukumnya najis hukmiyyah. Tapi apakah ma'fu atau tidak kurang faham saya. Hanya menurut saya layak disamakan dengan tanah jalanan yang dima'fu meski diyakini najis
Pertanyaan lain dari anggota grup WA
Berarti untuk hal menentukan Kenajisan dibutuhkan yaqin (yakin). Sementara itu, untuk menentukan kesucian (misal: membilas baju cucian) cukup dengan dhonn (dugaan). Mohon dijelaskan perbedaan dan kadar penggunaan yaqin dan dhonn ini karena dalam beberapa hal lain kita juga dituntun menyikapinya menggunakan 2 (dua) kata tersebut..
Jawaban dari Ustadz Ichsan Nafarin
Ya tepat sekali. Dalam konteks fiqh memang tidak ada kuantifikasi yang kaku tentang yaqin dan dhonn ini, dan pada prakteknya yang namanya yaqin tidak harus 100% menggunakan bukti fisik (mata melihat sendiri) dan dhonn juga harus disertai tingkat keyakinan yang cukup.
Misalnya untuk memperoleh yaqin, tidak harus kita melihat sendiri. Perkataan orang yang berjumlah mutawatir atau orang yang sangat terpercaya bisa membawa pada level yaqin. Demikian pula bukti empiris melalui riset dan semacamnya.
Dhonn juga harus didukung fakta keyakinan, misal saat mencuci baju tidak sekedar kita duga sudah rata airnya tapi kita harus meyakini bahwa kita sudah meratakan air, hanya saja apakah benar-benar rata cukup dengan dhonn.
(Dikutip dengan perubahan seperlunya dari WA khusus anggota IMAN, tanggal 6 dan 7 September 2017)
Artikel ini dipersembahkan oleh Unit Knowledge Management AL-IMAN (www.fajarilmu.net)
0 Response to "Najiskah Bersalaman dengan Orang Yang Memiliki Anjing?"
Posting Komentar