Pembahasan Qodlo dan Qodar
Disusun oleh: Dr. H.M. Dawud Arif Khan
A. Pengertian
Setiap mukallaf wajib meyakini bahwa setiap perkara, baik atau buruk, semuanya terjadi dengan qodlo dan qodar dari Allah SWT.
Lihat Surah Al-Hadiid ayat 22-23
22. Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
23. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. dan Allah tidak menyukai Setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.
- Al-Qomar ayat 49
Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran (sesuai dengan taqdirnya).
- At-Taubah ayat 51
Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal."
Para ulama berbeda pendapat mengenai makna dari qodlo dan qodar.
- Pendapat I :
Qodlo adalah Irodah Allah SWT pada zaman azali (tanpa batasan waktu)
Qodar adalah Allah menjadikan segala sesuatu sesuai dengan irodah-Nya.
- Pendapat II:
Qodlo adalah Ilmu Allah SWT pada zaman azali (tanpa batasan waktu)
Qodar adalah Allah menjadikan segala sesuatu sesuai dengan Ilmu-Nya.
Dari kedua pendapat itu dapat disimpulkan bahwa qodlo itu qodiim, karena ia adalah sifat Allah SWT, apakah itu al-Irodah atau pun al-Ilmu. Sedangkan qodar adalah haadits karena ia adalah hal mewujudkan, yang merupakan ta’alluq dari al-Qudrot. Ta’alluq dari al-Qudrot ada tiga. Hal mewujudkan adalah ta’alluq tanjiizi haadits.
B. Shifat Al-Qudrot
Al-Qudrot adalah Sifat yang memberi atsar kepada segala sesuatu yang mungkin baik yang wujud maupun yang ‘adam. Apabila ia ber-ta’alluq (berhubungan) dengan yang ‘adam maka ia mewujudkannya, dan apabila ia berhubungan dengan yang wujud maka ia meng-’adam-kannya.
- Al-Qomar ayat 49
Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran (sesuai dengan taqdirnya).
- Al-Ahzaab ayat 27
Dan Dia mewariskan kepada kamu tanah-tanah, rumah-rumah dan harta benda mereka, dan (begitu pula) tanah yang belum kamu injak. Dan adalah Allah Maha Kuasa terhadap segala sesuatu.
- Al-Buruuj ayat 16
Maha Kuasa berbuat apa yang dikehendaki-Nya.
Bagi sifat Al-Qudrot ada tiga ta’alluq, yaitu:
1. Ta’alluq Shuluhi Qodiim
Hubungan sifat Al-Qudrot dengan kepantasannya untuk mewujudkan atau meng-’adam-kan sesuatu pada zaman azali.
Allah Maha Kuasa terhadap makhluk-Nya bahkan sebelum mereka wujud. Ta’alluq-nya Al-Qudrot adalah pada segala hal yang mungkin (yang sifatnya adalah haadits). Sedangkan sifat-sifat Allah adalah qodiim (tak berpermulaan). Maka diperlukan penjelasan mengenai ta’alluq ini agar kita memahami bahwa Al-Qudrot pun qodiim.
Sesuatu makhluk akan diwujudkan dalam kondisi dan persifatan apa pun, maka Allah kuasa untuk mewujudkannya.
2. Ta’alluq Qobdloh
Hubungan sifat Al-Qudrot dengan segala sesuatu yang ‘adam sebelum ia wujud dan dengan segala sesuatu yang wujud sebelum ia ‘adam. Artinya sesuatu yang ‘adam ada dalam genggaman (qabdlah) Al-Qudrot. Bila Allah berkehendak, maka ditetapkannya keadaan ’adam (tidak ada) tersebut, dan bila Dia berkehendak untuk mewujudkkannya maka diwujudkannya sesuatu yang ‘adam dengan qudrot-Nya.
Demikian pula sesuatu yang wujud ada dalam genggaman Al-Qudrot. Bila Allah berkehendak maka ditetapkannya keadaan wujud tersebut, dan bila Dia berkehendak untuk meng’adamkannya maka di’adamkannya sesuatu yang wujud dengan qudrot-Nya.
Ta’alluq Qobdloh ini disebut juga ta’alluq Majaazi.
3. Ta’alluq Tanjiizi Haadits
Hubungan sifat Al-Qudrot dengan segala sesuatu pada saat ia diwujudkan atau di-’adam-kan. Ta’alluq ini disebut juga Ta’alluq Haqiqi atau Ta’alluq bil Fi'li. Ta’alluq ini biasa kita kenal sebagai Taqdir, yaitu mewujudkan atau meng-’adam-kan pada saaatnya sesuai dengan ketetapan Al-Irodah. (Lihat juga pembahasan qodlo dan qodar di bagian belakang)
C. Wajib Beriman kepada Al-Qodho wa Al-Qodar
Keyakinan kepada taqdir ini adalah bagian dari keimanan yang paling utama. Rasulullah SAW bersabda:
“Iman ialah engkau percaya kepada Allah, Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, Hari Akhirat, dan percaya kepada taqdir, baiknya taqdir dan buruknya.”
Perhatikan bahwa Rasulullah memberikan tekanan terhadap keimanan kepada taqdir dengan mengulang kata ( <9^eäæ oi Ò% p : dan engkau percaya/beriman) sebelum kata “kepada taqdir”. Tekanan ini tentu ada maksud dan tujuannya. Dan hal itu menjadi sangat relevan pada masa akhir zaman ini ketika orang telah mengabaikan keimanan kepada taqdir ini dan percaya bahwa segala sesuatu yang diperolehnya adalah semata-mata karena hasil usahanya.
Ketentuan mengenai nasib manusia sudah diketahui oleh Allah SWT dan Dia berkehendak atas hal tersebut. Taqdir dari Allah akan selalu bersesuaian dengan pengetahuan dan kehendak-Nya. Manusia tetap diwajibkan untuk berikhtiar (berusaha) kerena manusia tidak diberi pengetahuan mengenai masa depannya. Dan bertawakkal kepada Allah adalah setelah ikhtiar, bukan sebelumnya.
Lihat surah Huud ayat 6:
Dan tidak ada suatu binatang melata[709] pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya[710]. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).
[709] Yang dimaksud binatang melata di sini ialah segenap makhluk Allah yang bernyawa.
[710] Menurut sebagian ahli tafsir yang dimaksud dengan tempat berdiam di sini ialah dunia dan tempat penyimpanan ialah akhirat.
Apabila Allah SWT memberikan balasan pahala terhadap makhluk-Nya yang berbakti kepada-Nya maka hal itu adalah dari karunia dan keutamaan-Nya, bukan karena ia berkewajiban membalas amal kebaikan makhluk-Nya. Tak ada satu pun ketentuan yang dapat mengikat-Nya. Maha Suci Allah dari terpaksa untuk mengerjakan sesuatu. Sedangkan apabila Allah menimpakan adzab terhadap makhluk-Nya yang durhaka maka itu adalah karena keadilan-Nya.
Lihat surah Al-Maa'idah ayat 40:
Tidakkah kamu tahu, Sesungguhnya Allah-lah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi, disiksa-Nya siapa yang dikehendaki-Nya dan diampuni-Nya bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Kita tidak boleh mengatakan bahwa takdir itu di tangan kita, karena itu menyalahi hakekat Kehendak dan Kuasa Allah. Kita hanya wajib berikhtiar.
Perbuatan yang baik dan amal saleh dari seorang hamba Allah adalah tanda bahwa dia nanti akan mendapat pahala dari Allah SWT dan akan dimasukkan ke dalam surga. Sebaliknya perbuatan yang maksiat dan durhaka kepada Allah adalah tanda bahwa dia nanti akan disiksa dan dimasukkan ke dalam Neraka. Tak ada keharusan atau keterpaksaan pada diri Allah SWT untuk membalas amal perbuatan makhluk-Nya.
Maka, harapan terbesar dari para ahli ma'rifat bukanlah balasan pahala, akan tetapi perjumpaan dan dapat melihat kepada Allah SWT. Adapun berharap akan pahala itu tetap baik dan diperbolehkan karena Allah mendorong manusia agar berbuat amal kebaikan antara lain dengan menjanjikan pahala sebagai balasannya. Dan demikian itu menjadi sikap para ahli zuhud yang sangat menjaga diri dari perbuatan haram dan berlomba melakukan amal kebaikan untuk mendapat pahala dari Allah SWT.
Wa Allah A'lam.
(Dikutip dengan perubahan seperlunya dari milis khusus anggota IMAN)
A. Pengertian
Setiap mukallaf wajib meyakini bahwa setiap perkara, baik atau buruk, semuanya terjadi dengan qodlo dan qodar dari Allah SWT.
Lihat Surah Al-Hadiid ayat 22-23
22. Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
23. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. dan Allah tidak menyukai Setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.
- Al-Qomar ayat 49
Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran (sesuai dengan taqdirnya).
- At-Taubah ayat 51
Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal."
Para ulama berbeda pendapat mengenai makna dari qodlo dan qodar.
- Pendapat I :
Qodlo adalah Irodah Allah SWT pada zaman azali (tanpa batasan waktu)
Qodar adalah Allah menjadikan segala sesuatu sesuai dengan irodah-Nya.
- Pendapat II:
Qodlo adalah Ilmu Allah SWT pada zaman azali (tanpa batasan waktu)
Qodar adalah Allah menjadikan segala sesuatu sesuai dengan Ilmu-Nya.
Dari kedua pendapat itu dapat disimpulkan bahwa qodlo itu qodiim, karena ia adalah sifat Allah SWT, apakah itu al-Irodah atau pun al-Ilmu. Sedangkan qodar adalah haadits karena ia adalah hal mewujudkan, yang merupakan ta’alluq dari al-Qudrot. Ta’alluq dari al-Qudrot ada tiga. Hal mewujudkan adalah ta’alluq tanjiizi haadits.
B. Shifat Al-Qudrot
Al-Qudrot adalah Sifat yang memberi atsar kepada segala sesuatu yang mungkin baik yang wujud maupun yang ‘adam. Apabila ia ber-ta’alluq (berhubungan) dengan yang ‘adam maka ia mewujudkannya, dan apabila ia berhubungan dengan yang wujud maka ia meng-’adam-kannya.
- Al-Qomar ayat 49
Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran (sesuai dengan taqdirnya).
- Al-Ahzaab ayat 27
Dan Dia mewariskan kepada kamu tanah-tanah, rumah-rumah dan harta benda mereka, dan (begitu pula) tanah yang belum kamu injak. Dan adalah Allah Maha Kuasa terhadap segala sesuatu.
- Al-Buruuj ayat 16
Maha Kuasa berbuat apa yang dikehendaki-Nya.
Bagi sifat Al-Qudrot ada tiga ta’alluq, yaitu:
1. Ta’alluq Shuluhi Qodiim
Hubungan sifat Al-Qudrot dengan kepantasannya untuk mewujudkan atau meng-’adam-kan sesuatu pada zaman azali.
Allah Maha Kuasa terhadap makhluk-Nya bahkan sebelum mereka wujud. Ta’alluq-nya Al-Qudrot adalah pada segala hal yang mungkin (yang sifatnya adalah haadits). Sedangkan sifat-sifat Allah adalah qodiim (tak berpermulaan). Maka diperlukan penjelasan mengenai ta’alluq ini agar kita memahami bahwa Al-Qudrot pun qodiim.
Sesuatu makhluk akan diwujudkan dalam kondisi dan persifatan apa pun, maka Allah kuasa untuk mewujudkannya.
2. Ta’alluq Qobdloh
Hubungan sifat Al-Qudrot dengan segala sesuatu yang ‘adam sebelum ia wujud dan dengan segala sesuatu yang wujud sebelum ia ‘adam. Artinya sesuatu yang ‘adam ada dalam genggaman (qabdlah) Al-Qudrot. Bila Allah berkehendak, maka ditetapkannya keadaan ’adam (tidak ada) tersebut, dan bila Dia berkehendak untuk mewujudkkannya maka diwujudkannya sesuatu yang ‘adam dengan qudrot-Nya.
Demikian pula sesuatu yang wujud ada dalam genggaman Al-Qudrot. Bila Allah berkehendak maka ditetapkannya keadaan wujud tersebut, dan bila Dia berkehendak untuk meng’adamkannya maka di’adamkannya sesuatu yang wujud dengan qudrot-Nya.
Ta’alluq Qobdloh ini disebut juga ta’alluq Majaazi.
3. Ta’alluq Tanjiizi Haadits
Hubungan sifat Al-Qudrot dengan segala sesuatu pada saat ia diwujudkan atau di-’adam-kan. Ta’alluq ini disebut juga Ta’alluq Haqiqi atau Ta’alluq bil Fi'li. Ta’alluq ini biasa kita kenal sebagai Taqdir, yaitu mewujudkan atau meng-’adam-kan pada saaatnya sesuai dengan ketetapan Al-Irodah. (Lihat juga pembahasan qodlo dan qodar di bagian belakang)
C. Wajib Beriman kepada Al-Qodho wa Al-Qodar
Keyakinan kepada taqdir ini adalah bagian dari keimanan yang paling utama. Rasulullah SAW bersabda:
“Iman ialah engkau percaya kepada Allah, Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, Hari Akhirat, dan percaya kepada taqdir, baiknya taqdir dan buruknya.”
Perhatikan bahwa Rasulullah memberikan tekanan terhadap keimanan kepada taqdir dengan mengulang kata ( <9^eäæ oi Ò% p : dan engkau percaya/beriman) sebelum kata “kepada taqdir”. Tekanan ini tentu ada maksud dan tujuannya. Dan hal itu menjadi sangat relevan pada masa akhir zaman ini ketika orang telah mengabaikan keimanan kepada taqdir ini dan percaya bahwa segala sesuatu yang diperolehnya adalah semata-mata karena hasil usahanya.
Ketentuan mengenai nasib manusia sudah diketahui oleh Allah SWT dan Dia berkehendak atas hal tersebut. Taqdir dari Allah akan selalu bersesuaian dengan pengetahuan dan kehendak-Nya. Manusia tetap diwajibkan untuk berikhtiar (berusaha) kerena manusia tidak diberi pengetahuan mengenai masa depannya. Dan bertawakkal kepada Allah adalah setelah ikhtiar, bukan sebelumnya.
Lihat surah Huud ayat 6:
Dan tidak ada suatu binatang melata[709] pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya[710]. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).
[709] Yang dimaksud binatang melata di sini ialah segenap makhluk Allah yang bernyawa.
[710] Menurut sebagian ahli tafsir yang dimaksud dengan tempat berdiam di sini ialah dunia dan tempat penyimpanan ialah akhirat.
Apabila Allah SWT memberikan balasan pahala terhadap makhluk-Nya yang berbakti kepada-Nya maka hal itu adalah dari karunia dan keutamaan-Nya, bukan karena ia berkewajiban membalas amal kebaikan makhluk-Nya. Tak ada satu pun ketentuan yang dapat mengikat-Nya. Maha Suci Allah dari terpaksa untuk mengerjakan sesuatu. Sedangkan apabila Allah menimpakan adzab terhadap makhluk-Nya yang durhaka maka itu adalah karena keadilan-Nya.
Lihat surah Al-Maa'idah ayat 40:
Tidakkah kamu tahu, Sesungguhnya Allah-lah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi, disiksa-Nya siapa yang dikehendaki-Nya dan diampuni-Nya bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Kita tidak boleh mengatakan bahwa takdir itu di tangan kita, karena itu menyalahi hakekat Kehendak dan Kuasa Allah. Kita hanya wajib berikhtiar.
Perbuatan yang baik dan amal saleh dari seorang hamba Allah adalah tanda bahwa dia nanti akan mendapat pahala dari Allah SWT dan akan dimasukkan ke dalam surga. Sebaliknya perbuatan yang maksiat dan durhaka kepada Allah adalah tanda bahwa dia nanti akan disiksa dan dimasukkan ke dalam Neraka. Tak ada keharusan atau keterpaksaan pada diri Allah SWT untuk membalas amal perbuatan makhluk-Nya.
Maka, harapan terbesar dari para ahli ma'rifat bukanlah balasan pahala, akan tetapi perjumpaan dan dapat melihat kepada Allah SWT. Adapun berharap akan pahala itu tetap baik dan diperbolehkan karena Allah mendorong manusia agar berbuat amal kebaikan antara lain dengan menjanjikan pahala sebagai balasannya. Dan demikian itu menjadi sikap para ahli zuhud yang sangat menjaga diri dari perbuatan haram dan berlomba melakukan amal kebaikan untuk mendapat pahala dari Allah SWT.
Wa Allah A'lam.
(Dikutip dengan perubahan seperlunya dari milis khusus anggota IMAN)
Artikel ini dipersembahkan oleh Unit Knowledge Management AL-IMAN (www.fajarilmu.net)
0 Response to "Pembahasan Qodlo dan Qodar"
Posting Komentar