Membayar Utang Puasa Bagi Ibu Hamil
Bagaimana cara membayar utang puasa bagi ibu hamil?
Apakah menggantinya dengan puasa, fidyah, atau keduanya?
Bolehkah yang membayar utang puasa adalah suaminya?
Jazakalloh
(Hari, 9 Desember 2008)
Jawaban dari Dr.H.M.Dawud Arif Khan
Assalamualaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah. Mas Hari, terima kasih atas pertanyaannya. Semoga jawaban berikut ini bisa memuaskan.
Pada dasarnya shaum Ramadhan hukumnya wajib bagi setiap mukalaf, termasuk ibu yang hamil. Apabila ia tidak sanggup berpuasa karena kondisi fisiknya yang tidak memungkinkan, berarti statusnya seperti orang yang sakit, sehingga ia mendapat rukhsoh untuk ifthor (berbuka) dengan kewajiban mengqodlo tanpa membayar fidyah.
فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
"Maka barangsiapa diantara kamu yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain". (QS Al Baqarah: 184)
Bila ia sanggup berpuasa, akan tetapi khawatir berbahaya bagi kandungannya, maka ia mendapatkan rukhsoh untuk ifthor, dengan kewajiban qodho dan membayar fidyah (qodho sebagai ganti puasa yang ditinggalkan, sedangkan fidyah karena keduanya termasuk dalam ayat:
وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ
"Dan wajib bagi orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah" (Al- Baqarah : 184).
Ibnu Abbas Berkata: "Ayat ini adalah rukhsoh bagi orang yang lanjut usia lelaki dan perempuan, wanita hamil dan menyusui jika khawatir terhadap anak-anaknya maka keduanya boleh berbuka dan memberi makan (fidyah)"(HR Abu Dawud)
Hal yang sama juga diriwayatkan Ibnu Umar ra, dan tak seorangpun dari sahabat yang menyalahinya.
Membayar fidyah tanpa qodho hanya berlaku baginya bila tidak bisa diharapkan punya kesanggupan untuk mengqodho di hari-hari lain sampai pada masa-masa berikutnya berdasarkan dua dokter muslim yang terpercaya. Sehingga hukumnya disamakan seperti orang yang lanjut usia
Dari Atha, ia mendengar Ibnu Abbas membaca (ayat yang artinya):"Wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya, membayar fidyah, yaitu memberi makan orang miskin". Ibnu Abbas berkata: "Ayat ini tidak dinasakh, ia untuk orang lanjut usia baik lelaki maupun perempuan yang tidak sanggup berpuasa". (HR Imam Bukhari)
Dari Abdurrahman bin Abi Laila dari Muadz bin Jabal diriwayatkan semisal hadits Salamah. Disebutkan: Kemudian Allah menurunkan (ayat yang artinya): "Barangsiapa di antara kamu hadir di bulan Ramadhan, maka hendaklah ia puasa pada bulan itu". Maka Allah menetapkan puasa Ramadhan bagi orang yang mukim dan sehat dan memberikan rukhsoh bagi orang yang sakit dan musafir. Sedangkan memberikan makan (fidyah) ditetapkan bagi orang lanjut usia yang tidak lagi sanggup berpuasa" (Mukhtashor riwayat Ahmad dan Abu Dawud).
Qodho dapat dilakukan sesuai kesanggupan seseorang. Bila seorang ibu tidak berpuasa karena khawatir kondisi fisiknya sendiri, maka ia wajib qodho. Dan jika ia tidak berpuasa karena khawatir terhadap kandungannya, maka wajib qodho dan fidyah.
Adapun hutang puasa istri tak dapat digantikan oleh suaminya. Bila si istri sanggup berpuasa, maka ia mengqodhonya (artinya suami tak perlu menggantikannya). Bila tak sanggup sama sekali – atau dilarang puasa seumur hidup oleh dokter (dan sudah dikonfirmasi ke dokter yg lain) – maka ia hanya membayar fidyah. Tak ada kewajiban qadha (artinya suami tak perlu menggantikannya).
Bila ia punya hutang puasa dan belum sempat membayar hingga meninggal, maka suami atau anaknya boleh membayarkannya.
Wa Allah A'lam.
Al-Faqiir,
H.M. Dawud Arif Khan
Tanggapan dari Saudara Hari
Saya pernah membaca kalau wanita hamil itu hanya perlu membayar fidyah saja, tidak perlu meng- qadha.
Yang benar yang mana? Kok tiap baca artikel plus diskusi sama teman sepertinya banyak perbedaan.
Ini salah satu yang saya baca :
Daruquthni meriwayatkan I/207 dari Ibnu Umar dan beliau menshahihkannya, bahwa beliau (Ibnu Umar) berkata : "Seorang wanita hamil dan menyusui boleh berbuka dan tidak mengqadha". Dari jalan lain beliau meriwayatkan : Seorang wanita yang hamil bertanya kepada Ibnu Umar, beliau menjawab : "Berbukalah, dan berilah makan orang miskin setiap harinya dan tidak perlu mengqadha" sanadnya jayyid, dari jalan yang ketiga : Anak perempuan Ibnu Umar adalah istri seorang Quraisy, dan hamil. Dan dia kehausan ketika puasa Ramadhan, Ibnu Umar pun menyuruhnya berbuka dan memberi makan seorang miskin.
Selanjutnya, kalau istri saya harus meng-qadha juga apa tidak terlalu memberatkan dia, mengingat setelah itu akan menyusui anak selama 2 tahun?
Jawaban dari Dr.H.M.Dawud Arif Khan
Assalamualaikum Wr. Wb.
Memang ada fatwa yang membolehkan wanita hamil tidak mengqadha dan hanya bayar fidyah berdasarkan hadits dari Ibnu Umar. Namun hukum itu mengikuti illatnya. Kita tidak tahu illat pada kasus Ibnu Umar, karena bisa jadi istrinya memang sedang sakit atau sudah tua. Adapun anak Ibnu Umar tidak ada keterangan bahwa ia tidak qadha. Ia hanya tidak puasa ketika hamil.
Fatwa dalam madzhab Syafi'i terkenal hati-hati, dan menetapkan bahwa illat orang hamil/menyusui itu disamakan dengan orang sakit, sebagaimana diterangkan oleh Ibnu Abbas. Jadi, tetap wajib qadha. Fatwa ini jauh lebih hati-hati, dan diikuti oleh jumhur Ulama.
Semoga menjadi jelas.
Wa Allah A'lam
Wassalamualaikum Wr. Wb.
H.M. Dawud Arif Khan
Jawaban dari Ustadz Ichsan Nafarin
Assalaamu alaikum
Alhamdulillaah Shallallaahu 'alaa Muhammadin wa aalihii wasallam
Apa yang disampaikan Pak Dawud sesuai dengan pendapat jumhur ulama. Yaitu kewajiban mengqadla puasa tetap berlaku bagi wanita hamil/menyusui, plus fidyah jika tidak puasanya karena khawatir pada orang lain (bayi/kandungannya). Hal ini juga seperti bila orang tidak puasa karena berupaya menyelamatkan seseorang atau dipaksa seseorang tidak puasa, atau pendek kata tidak puasa karena sebab orang lain.
Adapun pendapat dari Ibnu Umar adalah sebagian dari pendapat-pendapat, tentang hal ini tidak perlu dipermasalahkan karena wajar dalam masalah fiqh. Dan riwayat yang dishahihkan Imam Daruquthni lebih merupakan atsar shahabat karena dinisbatkan langsung ke Ibnu Umar.
Allaahu A'lam
(Dikutip dengan perubahan seperlunya dari milis khusus anggota IMAN)
Artikel ini dipersembahkan oleh Unit Knowledge Management AL-IMAN (www.fajarilmu.net)
0 Response to "Membayar Utang Puasa Bagi Ibu Hamil"
Posting Komentar