Hadats dan Najis Khafy Imam Bagi Makmum

Afwan akhi sekalian mau tanya, bukan bermaksud mengungkit masalah khilafiah, cuma pingin kejelasan.

Selama ini saya sholat jamaah di sebuah masjid. tanpa membedakan imamnya bermahdzab apa, tapi saya baru sadar ternyata imamnya termasuk golongan Muhammadiyah (maaf, bukannya membeda-bedakan)

Dulu ada ustadz menjelaskan bahwa menurut golongan Muhammadiyah, bersentuhan kulit antara suami-istri tidak membatalkan wudhu, sedangkan menurut Mahdzab Syafii jelas batal. Nah yang ingin saya tanyakan, apabila selama ini saya bermakmum dengan imam yang batal wudhunya menurut kita, apakah itu berarti sholat saya selama ini tidak sah?

Jazakumullah khoiron katsir.

(Hendro, 23 Agustus 2009)

Jawaban Ustadz Ichsan Nafarin

Kalau kita memang jelas mengetahui bahwa si imam tidak punya wudlu atau wudlunya jelas kita tahu telah batal maka tidak sah kita bermakmum kepadanya. Jika tidak jelas mengenai hal itu seperti hanya masalah dia berpendapat bahwa bersentuhan kulit antara suami-istri tidak membatalkan wudhu, maka hal tersebut tidak membuat shalat kita menjadi batal. Demikian halnya juga untuk najis yang tersembunyi.

Contoh riilnya seperti ini. Seorang imam kentut tetapi terus melanjutkan shalatnya, kemudian setelah selesai ia berkata, "tadi saya kentut di rakaat kedua", maka tidak ada kewajiban mengulang shalat bagi si makmum karena hadatsnya si imam khafy (tersembunyi) bagi si makmum sehingga shalat si makmum tetap dikatakan sah. Contoh serupa jika si imam ternyata mengantongi bangkai cicak di celananya yang kemudian tidak diketahui sampai shalat selesai, meskipun kemudian si makmum tahu setelah selesai bahwa si imam tidak sah shalatnya karena membawa najis, karena diketahuinya setelah selesai shalat.

Tetapi hal ini tidak berlaku untuk hal yang merupakan syarat wajib shalat yaitu muslim dan sehat akal (aqil), jadi bila selesai shalat kita tahu si imam ternyata kafir atau gila maka makmum tetap wajib mengulang shalatnya. Perbedaan ini disebabkan karena kekafiran dan kegilaan semestinya bisa dideteksi sejak dini, sedang hadats dan najis khafy ini agak sulit dideteksi sehingga keberadaannya di ma'fu bagi makmum sepanjang diketahuinya setelah selesai shalat.

Tanggapan Nazil Fuadi

Sikap para ulama terdahulu dalam mensikapi masalah perbedaan ini adalah tidak mempertentangkan dan memaklumi serta menerimanya. Sebagai contoh adalah sikap Imam Syafi’I ketika berkunjung ke kota tempat dimakamkannya Imam Abu Hanifah maka beliau shalat Shubuh dengan tidak membaca do’a Qunut, ketika ditanya oleh orang2 beliau menjawab : “Ana ahtarimu li shohibi hadzal qabr (saya menghormati penghuni Kubur ini : yaitu Imam Abu Hanifah).” Walau Imam Abu Hanifah telah wafat Imam Syafi’I tetap menghormati madzhabnya, apalagi jika beliau masih hidup.

Sikap penghormatan yang lain ditunjukkan oleh Imam Ahmad saat ditanya tentang bagaimana berimam kepada Imam yang mimisan (keluar darah dari hidung), walaupun Imam Ahmad sendiri berpendapat bahwa keluar darah dari hidung membatalkan shalat, tetapi sebab yang bertanya orang Madinah (madzhab Madinah tidak membatalkan shalat seorang yang mimisan) maka jawab Imam Ahmad dengan nada tinggi : “Bagaimana mungkin saya tidak mau shalat dibelakang Imam Abu Hanifah atau Imam Said bin Musayyib?!” (Kedua Imam tersebut berpendapat seorang yang mimisan tidak batal shalatnya).

Rabbi zidni ‘ilma warzuqni fahma.

Tanggapan Ustadz Ichsan Nafarin

Saya rasa apa yang dicontohkan oleh mas Mazil ini dalam rangka penghormatan. Bukan dalam rangka menganggap sepele atau boleh mencla-mencle atas keyakinan kita terhadap rukun atau kewajiban dalam ibadah yang kita lakukan. Imam Syafi’i tidak berqunut jelas tidak bertentangan dengan kriteria hukum beliau karena qunut adalah sunnah. Imam ahmad juga tidak lantas berkata “tidak masalah bermakmum kepada orang mimisan”.

Dalam beribadah kita harus punya kriteria pasti sehingga kita tahu kapan saat batal atau tidak. Bila imam batal menurut kriteria kita maka sudah seharusnya alias wajib kita mufarroqoh karena bermakmum dengan sengaja kepada imam yang batal membuat shalat kita menjadi batal.

(Dikutip dengan perubahan seperlunya dari milis khusus anggota IMAN)


Artikel ini dipersembahkan oleh Unit Knowledge Management AL-IMAN (www.fajarilmu.net)

0 Response to "Hadats dan Najis Khafy Imam Bagi Makmum"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel