Beberapa Permasalahan Terkait Sholat Jumat

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokaatuh.

Kepada para Asatidz, saya mau bertanya:

1. Bagaimana kalau sholat jumat diselenggarakan di kantor yang mana org yang muqim tidak sampai 40 orang? Seperti di kantor Bea Cukai jamaah yang muqim tidak sampai 10 orang.

2. Apa yang sebaiknya kita baca ketika khotib sedang duduk di antara dua khutbah?

3. Sampai kapan batasan kita tidak boleh berbicara ketika khutbah? apakah pas khotib turun, atau sampai kapan?

4. Ketika khutbah sedang berlangsung, kotak amal berjalan, ini bagaimana? apakah tidak termasuk "laghoo" sedangkan saya pernah membaca, bahwa yang bermain kerikil itu sudah termasuk "laghoo"

5. Kalau kita ketiduran saat khutbah, bagaimana hukumnya?

6. Apakah takbir jumat orang yang bukan muqim harus menunggu sampai ada 40 orang muqim yang takbir? Bagaimana kalau imamnya bukan muqim?

Demikian. Maturnuwun.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

(Anun Jamil, 30 April 2010)

Jawaban Ustadz Ichsan Nafarin

'Alaikumussalaam Warohmatullaahi Wabarokaatuh.

1. Salah satu syarat sah Jum'at adalah 40 orang yang punya kewajiban jum'at dan mustawthin (menetap di wilayah tsb). Ukuran mustawthin adalah qaryah (bisa asumsikan di masa sekarang kecamatan). Kalau memang tidak terpenuhi syarat maka Jum'at tidak sah dilakukan.

2. Saat di antara dua khutbah jum'at termasuk waktu mustajab untuk berdoa. Karenanya sangat baik jika kita memperbanyak doa di waktu tersebut. Shalawat juga merupakan doa, sehingga membaca shalawat juga sangat baik. Umumnya menjadi kebiasaan khotib sebelum turun (duduk) juga membaca doa yang diaminkan para jamaah (baarokallaahu lii walakum dst) kemudian bilal membaca shalawat pada saat khotib duduk. Kebiasaan tsb sudah sangat sejalan dengan hal yang sebaiknya dilakukan diantara 2 khutbah jum'at.

3. Larangan berbicara adalah saat khotib berkhutbah, yang batasannya adalah tahmid, shalawat, wasiat-wasiat kebaikan (isi ceramah), bacaan ayat al-Qur'an, dan doa.

4. Kotak amal memang dapat mengganggu khutbah meskipun umumnya tidak dikatakan mengganggu karena sangat singkat dan berupa gerakan yang tidak diulang-ulang dan bisa dilakukan tanpa kehilangan fokus pada khutbah. Untuk menghindari gangguan, di beberapa daerah dibiasakan beredarnya kotak amal ini dilakukan saat sebelum khutbah (pas adzan ke-2) dan jumlah kotak amal diperbanyak agar putarannya cepat selesai.

5. Ketiduran saat khutbah tidak mengakibatkan Jum'at tidak sah, tetapi tentu mengurangi kesempurnaan jum'at bagi ybs.

6. Waktu takbir tidak dipengaruhi oleh jumlah 40 yang muqim, deteksi pemenuhan syarat jum'at dilakukan sebelum khutbah, dan waktu takbir sama dengan shalat berjamaah biasa yaitu setelah takbir imam. Imam/khotib tidak harus orang yang wajib jum'at.

Pertanyaan Fauzi A.

Assalaamualaikum

Mas, saya mau menegaskan pertanyaan dan jawaban no. 1:  Salah satu syarat sah Jum'at adalah 40 orang yang punya kewajiban jum'at "dan" mustawthin (menetap di wilayah tsb). Ukuran mustawthin adalah qaryah (bisa asumsikan di masa sekarang kecamatan). Kalau memang tidak terpenuhi syarat maka Jum'at tidak sah dilakukan.

- Apa kata "dan" berarti 2 syarat tsb (punya kewajiban jumat dan mustawthin) dua-duanya harus terpenuhi ya ?

- Terkait dgn mustawthin, untuk sholat jumat di kantor yang bisa dihitung sebagai mustawthin orang yang bagaimana? Karena kita tahu bahwa yang sholat jumat kan pegawai-pegawai yang rumahnya jauh dari kantor. Jika sholat jumat seperti itu tidak sah, bagaimana solusinya?

Terima kasih.

Jawaban Ustadz Ichsan Nafarin

'Alaikumussalaam,

40 orang yang dimaksud memang harus mustawthin. Perlu dibedakan antara muqim dan mustawthin. Juga definisi safar perlu diperjelas.

Safar adalah bepergian keluar daerah (qaryah), tidak mesti masafatul qashr (+-80km). Orang yang bepergian dekat boleh saja tidak Jum'at jika memenuhi syarat yaitu sudah menjadi musafir (telah keluar dari batas wilayah) sebelum waktu shubuh.

Definisi Muqim sudah pernah disampaikan, singkatnya ia tinggal di wilayahnya (mustawthin) atau tinggal di wilayah lain dan berniat tinggal lebih dari 4 hari. Jadi bisa saja orang muqim tidak mustawthin, semisal saya pulang kampung 5 hari maka saya tetaplah bukan penduduk di kampung tsb melainkan sekedar tamu tetapi telah disebut muqim artinya tidak lagi punya rukhshoh musafir. Saya mustawthin hanya di kampung saya sekarang yaitu Serpong, tapi saat saya berangkat kerja ke Priok misalnya, saya tetap wajib Jum'atan karena meski musafir (keluar dari Serpong) tapi berangkatnya setelah shubuh.

Kendala Jum'at di perkantoran memang masalah mustawthin ini, tetapi bukan berarti semua masjid di kantor tidak bisa menyelenggarakan Jum'at. Misal Jum'at di Masjid Bea Cukai Rawamangun, jamaahnya banyak yang dari warga sekitar (mustawthin), bahkan pegawainya juga tinggal di sekitar kantor. Untuk 40 orang mustawthin rasanya mudah dicapai. Beda halnya Jum'at di Kantor saya sekarang, karena lokasinya sangat jauh dari pemukiman maka tidak ada warga sekitar, dan pegawai yang ada mayoritas tinggal di luar BSD (Jakarta, Bekasi, Bogor, dll).

Yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan Jum'at di kantor-kantor justru adanya banyak Jum'atan (isti'dad al-Jumu'ah). Orang sedemikian mudahnya membuat Jum'atan hanya karena alasan Jum'atan yang ada jauh (padahal gak nyampai 1 km), semestinya alasan membuat Jum'at baru adalah Jum'at yang ada tidak muat lagi.

Jawaban Dr.H.M.Dawud Arif Khan

Alhamdulillah. Masalah shalat Jum'at ini sudah dibahas lengkap oleh pak Ichsan. Jadi, kita tetap harus berpegang pada ketentuan minimal 40 orang yang punya kewajiban Jum'at dan mustauthinin, bahkan ditambah dzukur (laki-laki semua). Bila jumlah kurang dari 40 maka tidak diselenggarakan Jum'at, seperti pada penduduk Negeri Aliyah (daerah sebelah Timur Madinah) yang jauh dari Madinah. Bila mereka shalat Jum'at, maka ke kota Madinah dulu (perjalanannya bisa 1/2 hari). Di samping itu, baik Nabi maupun para shahabat tidak pernah menyelenggarakan Jum'at di bawah jumlah 40 itu.

Meski begitu ada situasi yg tetap membutuhkan solusi.

Bila kita ada di suatu tempat, perkantoran yang kebetulan menyelenggarakan Jum'at, dan kita tidak memungkinkan untuk mencari penyelenggaraan Jum'at yang memenuhi persyaratan dalam madzhab Syafi'i (sedangkan kita punya kewajiban melakukan shalat Jum'at), maka ada pula jalan keluarnya. Kita bisa intiqal (berpindah madzhab dalam suatu masalah hukum karena keadaan memaksa) ke madzhab lain (misalnya Hanafi) dan melaksanakan Shalat Jum'at. Tentu tata cara bersuci dan menutup auratnya juga harus memenuhi madzhab yang kita intiqal-i itu.
Semoga bermanfaat.

Wa Allah A'lam

(Dikutip dengan perubahan seperlunya dari milis khusus anggota IMAN)


Artikel ini dipersembahkan oleh Unit Knowledge Management AL-IMAN (www.fajarilmu.net)

0 Response to "Beberapa Permasalahan Terkait Sholat Jumat"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel