Mengambil Upah dari Pekerjaan Yang Haram
Assalaamualaikum
Ada pertanyaan iseng yang timbul dari keterbatasan ilmu saya, mohon kiranya Pakdhe, Paklik, Simbah, dan para ustadz berkenan memberikan pencerahan, terimakasih sebelumnya.
a. Kemarin saya melihat para pekerja bangunan sedang sibuk mengerjakan sebuah kelenteng (tempat ibadah kaum tiong hoa) dan dalam hati saya bertanya, "itu hukumnya gimana ya kerja membangun "berhala" ?"
b. Lalu bagaimana ketika seorang sopir harus mengantar paket yang berupa minuman beralkohol?
c. Dan bagaimana seorang sopir pribadi yang terpaksa harus menuruti keinginan bosnya untuk diantar ke tempat-tempat mesum hampir tiap malam dan harus menutupi aib bosnya itu dari istri sang bos (yang pasti dia terpaksa melakukannya).
d. Bagaimana cara berpikir yang benar (bagi awam seperti saya) untuk menilai layak tidaknya sebuah pekerjaan itu dari kacamata islam?
Terimakasih.
Wassalaamualaikum
Jawaban dari Dr.H.M.Dawud Arif Khan
Waalaikum salam.
Alhamdulillah. Saya pribadi memilih pendapat bahwa semua itu tidak boleh alias haram.
Rasulullah SAW bersabda: "Barang siapa yang memperoleh harta dari pekerjaan dosa, kemudian ia pergunakan untuk menyambung silaturrahim atau disedekahkan di jalan Allah SWT, maka Allah SWT akan menghimpun semua itu dan kemudian melemparkannya ke neraka."
Dalam Kitab Mughni al-Muhtaaj, Juz 2, disebutkan:
"Dan tidak boleh menyewakan (tempat atau apa pun) yang dipergunakan untuk mengajar Taurat, Injil (yg sudah diselewengkan, dan juga kitab suci agama lain), sihir, perbuatan mesum, perbintangan (perdukunan dan ramal-meramal), atau untuk mengkhitan anak kecil yang tidak mampu atau pun orang dewasa dalam cuaca yang sangat panas atau dingin, atau untuk melubangi telinga (walau pun telinga wanita), untuk tempat hiburan (yg menimbulkan kemaksiatan), meratapi kematian, membawa minuman keras (bukan untuk dibuang), untuk melukis binatang, dan semua yang diharamkan. Tidak diperkenankan untuk mengambil pengganti atau pun upah terhadap semua yang telah disebutkan di atas, sama seperti menjual bangkai."
Hanya saja, untuk poin c, yakni sopir pribadi, maka harus ditafshil. Hal ini karena sopir itu bekerja tidak semata-mata untuk mengantar bosnya ke tempat-tempat maksiat. Jadi, ia masih bisa bekerja sebagai sopir. Urusan disuruh mengantar ke mana itu tanggung jawab bosnya.
Dalam konsep Fiqih, ada kaedah yang bisa digunakan sebagai pedoman, yaitu:
1. Setiap yang menarik kemaslahatan dan mencegah kerusakan adalah boleh, dan yang sebaliknya adalah tidak boleh.
2. Mencegah kerusakan harus didahulukan dari menarik kemaslahatan.
3. Untuk hal-hal yang sudah jelas hukumnya tidak perlu diperdebatkan
4. Untuk hal-hal yang benar-benar baru kita temui, maka mintalah fatwa kepada nurani terdalam dengan mempertimbangan no. 1 dan 2.
Nabi SAW bersabda: "Mintalah fatwa kepada nuranimu."
Wa Allah A'lam
(Dikutip dengan perubahan seperlunya dari milis khusus anggota IMAN)
Ada pertanyaan iseng yang timbul dari keterbatasan ilmu saya, mohon kiranya Pakdhe, Paklik, Simbah, dan para ustadz berkenan memberikan pencerahan, terimakasih sebelumnya.
a. Kemarin saya melihat para pekerja bangunan sedang sibuk mengerjakan sebuah kelenteng (tempat ibadah kaum tiong hoa) dan dalam hati saya bertanya, "itu hukumnya gimana ya kerja membangun "berhala" ?"
b. Lalu bagaimana ketika seorang sopir harus mengantar paket yang berupa minuman beralkohol?
c. Dan bagaimana seorang sopir pribadi yang terpaksa harus menuruti keinginan bosnya untuk diantar ke tempat-tempat mesum hampir tiap malam dan harus menutupi aib bosnya itu dari istri sang bos (yang pasti dia terpaksa melakukannya).
d. Bagaimana cara berpikir yang benar (bagi awam seperti saya) untuk menilai layak tidaknya sebuah pekerjaan itu dari kacamata islam?
Terimakasih.
Wassalaamualaikum
Jawaban dari Dr.H.M.Dawud Arif Khan
Waalaikum salam.
Alhamdulillah. Saya pribadi memilih pendapat bahwa semua itu tidak boleh alias haram.
Rasulullah SAW bersabda: "Barang siapa yang memperoleh harta dari pekerjaan dosa, kemudian ia pergunakan untuk menyambung silaturrahim atau disedekahkan di jalan Allah SWT, maka Allah SWT akan menghimpun semua itu dan kemudian melemparkannya ke neraka."
Dalam Kitab Mughni al-Muhtaaj, Juz 2, disebutkan:
"Dan tidak boleh menyewakan (tempat atau apa pun) yang dipergunakan untuk mengajar Taurat, Injil (yg sudah diselewengkan, dan juga kitab suci agama lain), sihir, perbuatan mesum, perbintangan (perdukunan dan ramal-meramal), atau untuk mengkhitan anak kecil yang tidak mampu atau pun orang dewasa dalam cuaca yang sangat panas atau dingin, atau untuk melubangi telinga (walau pun telinga wanita), untuk tempat hiburan (yg menimbulkan kemaksiatan), meratapi kematian, membawa minuman keras (bukan untuk dibuang), untuk melukis binatang, dan semua yang diharamkan. Tidak diperkenankan untuk mengambil pengganti atau pun upah terhadap semua yang telah disebutkan di atas, sama seperti menjual bangkai."
Hanya saja, untuk poin c, yakni sopir pribadi, maka harus ditafshil. Hal ini karena sopir itu bekerja tidak semata-mata untuk mengantar bosnya ke tempat-tempat maksiat. Jadi, ia masih bisa bekerja sebagai sopir. Urusan disuruh mengantar ke mana itu tanggung jawab bosnya.
Dalam konsep Fiqih, ada kaedah yang bisa digunakan sebagai pedoman, yaitu:
1. Setiap yang menarik kemaslahatan dan mencegah kerusakan adalah boleh, dan yang sebaliknya adalah tidak boleh.
2. Mencegah kerusakan harus didahulukan dari menarik kemaslahatan.
3. Untuk hal-hal yang sudah jelas hukumnya tidak perlu diperdebatkan
4. Untuk hal-hal yang benar-benar baru kita temui, maka mintalah fatwa kepada nurani terdalam dengan mempertimbangan no. 1 dan 2.
Nabi SAW bersabda: "Mintalah fatwa kepada nuranimu."
Wa Allah A'lam
(Dikutip dengan perubahan seperlunya dari milis khusus anggota IMAN)
Artikel ini dipersembahkan oleh Unit Knowledge Management AL-IMAN (www.fajarilmu.net)
0 Response to "Mengambil Upah dari Pekerjaan Yang Haram"
Posting Komentar